Heboh Aplikasi Kitab Suci Aceh

Aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ Menghilang di PlayStore, Haji Uma Minta Klarifikasi dari Google Indonesia

H. Sudirman alias Haji Uma adalah salah satu perwakilan masyarakat Aceh yang menyampaikan protes secara resmi kepada raksasa internet Google.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM
Haji Uma tampil di halaman utama Serambi Indonesia edisi Minggu (28/4/2019). 

Di Google Play Store sendiri, tercatat ada 126 aplikasi yang dirilis oleh organisasi anggota Forum Agensi Alkitab Internasional dan Aliansi Global Wycliffe ini.

Aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ di Play Store
Aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ di Play Store (tangkapan layar)

Kemunculan aplikasi ini kontan saja mengundang reaksi dari publik Aceh.

Pemerintah Aceh bahkan melayangkan surat resmi kepada Google Indonesia.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, melalui suratnya bertanggal 30 Mei 2020, menyampaikan keberatan dan protes kepada Managing Director PT Google, di Jakarta.

"Sehubungan dengan munculnya aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ di Google Play Store yang dipelopori oleh Organisasi Kitab Suci Nusantara (kitabsucinusantara.org), kami berpendapat bahwa Google telah keliru dalam menerapkan prinsip General Code of Conduct-nya yaitu ‘Don’t Be Evil’ dan aturan-aturan yang tertuang dalam Developer Distribution Agreement-nya yang sangat menjunjung tinggi local law (hukum local)," ujar Nova dalam suratnya.

"Karena itu, kami atas nama Pemerintah dan masyarakat Aceh menyatakan keberatan dan protes keras terhadap aplikasi tersebut," lanjut Nova lagi.

Pemerintah Aceh Protes Google Terkait Kemunculan Aplikasi Kitab Suci Aceh di Google Play Store

Adapun poin-poin keberatan yang disampaikan Nova, yaitu penamaan aplikasi yang tidak lazim secara bahasa karena nama ‘Kitab Suci Aceh’ menunjukkan bahwa kitab suci tersebut hanya milik masyarakat Aceh.

Padahal lazimnya sebuah kitab suci adalah milik umat beragama tanpa batas teritorial, sehingga nama aplikasi seolah-olah menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat Aceh adalah penganut kitab suci yang ada dalam aplikasi tersebut.

"Padahal kitab suci mayoritas masyarakat Aceh adalah Alquran," pungkas Nova.

Selanjutnya, peluncuran aplikasi tersebut dinilai sangat provokatif karena semua penutur bahasa Aceh di Aceh beragama Islam.

Oleh karena itu aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ pada Google Play Store dapat dipahami sebagai upaya mendiskreditkan Aceh, pendangkalan aqidah dan penyebaran agama selain Islam kepada masyarakat Aceh.

Hal tersebut, kata Nova, bertentangan dengan Pasal 28E Ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 21 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah, serta Pasal 3 dan 6 Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah.

Selain itu, aplikasi tersebut telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Aceh yang berdampak kepada kekacauan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan dapat menimbulkan konflik horizontal (chaos).

"Munculnya aplikasi ini telah menuai berbagai bentuk protes di kalangan masyarakat dan media sosial, baik secara pribadi maupun kelembagaan yang dapat mengancam kerukunan umat beragama (a threat to religious harmony) di Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi surat Nova.

Berkenaan dengan hal itu, Nova Iriansyah atas nama pemerintah dan masyarakat Aceh meminta kepada pihak Google untuk segera menutup aplikasi tersebut secara permanen.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved