Kupi Beungoh
Teladan Modal Sosial Almarhum Haji Abdurrahman Kaoy
Sebagai ulama dan budayawan Aceh “bergelar” singa podium, beliau meninggalkan banyak sekali teladan bagi generasi masa depan Aceh.
Beliau sangat lihai dalam menyemangati kami di dalam Forum. Beliau berulang-ulang mengatakan “kita ini hidup sebagai orang perjuangan,” jadi jangan pernah menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, dan yang sangat penting “kita selalu istiqamah dalam memperjuangkan sesuatu yang kita yakini dan sepakati adalah benar” dan kita harus bebas dari kepentingan pihak-pihak tertentu yang ”jahat”.
Maka akuratlah komentar salah seorang dosen di Whatsapp Group Dosen UIN Ar-Raniry begitu mendengar berita duka “Beliau kalau berbicara selalu berpihak kepada kebenaran dan tidak ada kepentingan apa-apa”.
Kepemimpinan seperti inilah yang selalu kami jadikan teladan dalam masa kepemimpinan kami bersama Prof. Yusny Saby sebagai team work kepemimpinan IAIN Ar-Raniry Periode Tahun 2005-2009 yang memang selalu beliau “kawal” dan dukung penuh.
Salah satu peristiwa yang tidak pernah kami lupakan adalah ketika beliau dengan setia mengawal Rektor turun dari panggung anggota senat Institut bersama kami sebagai Pembantu Rektor-III menemui para mahasiswa demonstran yang sedang “dirasuki’ oleh sikap sangat emosional.
Dengan penenangan dan “pidato berapi-api seolah-olah mendukung tuntutan mereka” yang beliau sampaikan ditambah dengan keterbukaan Rektor mendengar kritikan, para demonstran terdiam dan sepakat membubarkan aksi mereka.
Hidup sederhanan dan murah hati
Pengenalan karakter beliau menjadi semakin mendalam dengan kegiatan lobi-lobi yang kami lakukan di Kemenag, Setneg dan Kemenko Kesra di Jakarta.
Di Kemenag dan Setneg kami berdua melakukan lobi dalam rangka mempercepat rekonstruksi IAIN pasca tsunami dan di Kemenko Kesra bersama Walikota Banda Aceh, Mawardi Nurdin (Alm) dan Rektor IAIN Ar-Raniry dalam rangka memperlancar realisasi pembangunan Masjid Oman (Al-Makmur) Lampriet Banda Aceh.
Teladan yang kami peroleh dalam kesempatan ini adalah kesederhanaan beliau. Walaupun untuk lobi pembangunan Masjid beliau berangkat dengan fasilitas Balai Kota, beliau tetap bersedia menginap bersama kami di sebuah hotel murah di kawasan Senen, dan kami selalu makan siang dan malam di trotoar jalan sekitaran hotel.
Beliau juga sangat pemurah sehingga beberapa kali saya harus “mengatur strategi” agar sekali-sekali sempat membayar harga makanan kami.
Waktu itu kami sempat menduga bahwa itu beliau lakukan karena beliau tahu kami datang dengan biaya “urunan” teman-teman Forum dan sedikit tambahan biaya sendiri, ternyata sikap pemurah dan jiwa menyumbang itu berlangsung sampai menjelang ajal beliau.
Salah seorang keponakan beliau, Nurrahmah menuturkan bahwa beliau tidak segan-segan membantu banyak kerabat dengan membiayai pendidikan dan menanggung biaya hidup mereka di samping juga membantu orang lain.
Keluasan pengetahuan dan praktik keilmuan
Teladan hebat lainnya dari beliau adalah rasa ingin tahu beliau terhadap sejarah peradaban Islam Nusantara dan kepemimpinan sultan dan sultanah Aceh di samping terus menekuni perkembangan ilmu dakwak, keahlian beliau sebagai dosen.
Ketika mendengar beliau menceritakan kisah Iskandarmuda, kami seperti sedang mendengar cerita-cerita “dongeng” sambil memasukkan dalam rasional pikiran apakah “benar-benar” seperti itu kisahnya.