Jurnalisme Warga

Kisah Nurdin Abdurrahman dan Mobil Rental 

PADA suatu sore sekitar awal Juli 2011, bertempat di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bireuen yang berlokasi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Kisah Nurdin Abdurrahman dan Mobil Rental 
IST
ZULKIFLI, M.Kom., Kepala Bagian Humas Universitas Almuslim Peusangan, Bireuen, melaporkan dari Matangglumpang Dua

OLEH ZULKIFLI, M.Kom., Kepala Bagian Humas Universitas Almuslim Peusangan, Bireuen, melaporkan dari Matangglumpang Dua

PADA suatu sore sekitar awal Juli 2011, bertempat di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bireuen yang berlokasi di seputaran Cot Gapu, saya duduk berdiskusi dengan tiga orang lain, yaitu Ir Razuardi Ibrahim MT, Kepala Bappeda Bireuen saat itu (2011), sekarang Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Ferizal (Wartawan Harian Serambi Indonesia), Bahrul Walidin (Ketua AJI Bireuen), dan Desi Safnita (Komisioner Bawaslu Bireuen).

Selagi kami asyik diskusi, tiba-tiba Tgk Nurdin Abdurrahman datang. Jelas kami kaget, mengingat saat itu ia menjabat Bupati Bireuen. Apalagi dia datang seorang diri tanpa pengawal dan ajudan.

Ia juga tak naik mobil dinas, hanya mengendarai sepeda motor. Setelah memarkirkan sepeda motornya di garasi Kantor AJI, Tgk Nurdin langsung masuk lewat pintu samping rumah yang telah dijadikan kantor.

“Assalamu’alaikum,” ujarnya. Masing-masing kami menjawab,” Waalaikum salam.” Setelah itu Tgk Nurdin masuk ke ruang tempat kami berdiskusi, yakni ruang meeting AJI. Beliau ikut nimbrung duduk di kursi panjang, berdampingan dengan kami.

Kemudian Tgk Nurdin menanyakan kepada saya, apa masih tetap di Universitas Almuslim, saya sahut dengan anggukan kepala, tanda mengiyakan bahwa saya masih kerja di Umuslim.

Kemudian, Tgk Nurdin mengutarakan bahwa ia ingin terus menjadi guru atau dosen supaya bisa mentransfer ilmu kepada anak-anak bangsa. Namun, karena kesibukannya sebagai bupati, maka keinginan tersebut terpaksa ia pending untuk sementara. Begitu katanya kepada kami.

Nanti, kalau memang sikon telah memungkinkan, lanjut Tgk Nurdin, ia sangat ingin mengajar lagi. Hampir 15 menit kami berdiskusi tentang pendidikan, tiba-tiba terdengar suara azan dari masjid sekitar gampong tersebut, pertanda waktu shalat Magrib sudah tiba. Langsung kami hentikan pembicaraan dan bergegas untuk berwudu. Setelah  berwudu, kami langsung ke ruang tengah kantor AJI, tepatnya di ruang tamu rumah yang telah direnovasi menjadi sebuah kantor.

Saat menunaikan shalat Magrib berjamaah, kami diimami oleh Tgk Nurdin. Bacaannya fasih. Setelah shalat, saya dan Ferizal menuju ke tempat pertemuan semula. Namun, Bahrul tak lagi ikut bergabung dengan kami, dia langsung masuk ke ruang komputer, tempat sehari-hari ia bekerja sebagai jurnalis. Ia ingin segera menyelesaikan tugasnya mengirim berita ke kantor redaksi. 

Kami bertiga pun duduk kembali seperti semula di kursi masing-masing. Di atas meja kami telah dihidangkan kopi dan teh oleh Sekretaris AJI Bireuen, Desi Safnita.

Saat kami lagi asyik-asyiknya ngobrol tiba-tiba Tgk Nurdin Abdurrahman mengjukan pertanyaan.

"Di mana ya ada mobil rental? Saya sedang mencari sebuah mobil rental untuk adik saya yang rencananya lusa akan pulang dari Australia. Dari Medan dia mendarat di Bandara Malikussaleh,” ujar Tgk Nurdin.

Mendengar kalimat itu saya tercengang campur bingung. Mata saya dan Ferizal saling menatap, karena masih bingung atas pertanyaan tersebut. Seakan-akan kami tak percaya dengan pertanyaan tersebut, karena menurut saya pertayaan itu terasa aneh karena ke luar dari mulut seorang bupati sekelas Kabupaten Bireuen. Hmmm... bupati perlu mobil rental hanya untuk menjemput adiknya dari Bandara Malikussaleh Aceh Utara yang hanya sekitar 45 menit dari Bireuen.

SetelahTgk Nurdin berbicara dengan kami tentang masalah mobil rental, saya  berpikir apakah benar yang disampaikannya ingan mencari mobil rental atau hanya sekadar berseloroh saja biar diskusi kami tak terlalu tegang.

Dari cerita tersebut tergambar bahwa Tgk Nurdin merupakan warga masyarakat yang sedang diberi amanah oleh rakyatnya untuk memimpin sebuah negeri bernama Bireuen, tapi ia tak memanfaatkan jabatan tersebut untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Pada saat Tgk Nurdin yang notabene bupati membutuhkan sebuah mobil untuk menjemput adiknya, beliau rela mencari mobil rental. Otak saya semakin kencang berputar untuk memikirkan kenapa Tgk Nurdin tak meminta bantu saja pada bawahannya yang hampir semua punya mobil dinas, bahkan mobil pribadi pun ada. Atau kenapa Tgk Nurdin tak menelepon saja Bagian Umum Kantor Bupati Bireuen atau kepala dinas dan camat yang menjadi bawahannya? Padahal, dengan kuasa yang ada di tangan beliau sebenarnya Tgk Nurdin tinggal telepon saja sang bawahan, tetapi ia tidak melakukan hal itu.

Tapi hal tersebut tidak dilakukan Tgk Nurdin. Saya jadi bingung sendiri untuk menjawab karena memang itu sulit untuk saya jawab. Pengalaman tersebut sangat jarang terjadi pada seorang pemimpin setingkat bupati, baik di Aceh maupun di kabupaten lainnya di Indonesia.

Saya bertanya pada teman diskusi saya, Ferizal, tapi dia lebih bingung lagi menyikapi pertanyaan saya. Kami terus berpikir apakah pertanyaan Tgk Nurdin tentang “mobil rental” benar-benar serius atau mungkin Tgk Nurdin hanya ingin menunjukkan kepada kami bahwa sikap beliau benar-benar jujur dalam menjalankan tugas negara, atau beliau ingin memancing kami karena dari kami bertiga terdapat seorang pejabat penting pemerintahan Bireuen, yaitu Pak Razuardi yang saat itu menjabat Kepala Bappeda Bireuen. Akan tetapi, dari raut wajah beliau berbicara saya melihat beliau sangat serius dan tak ada tendensi apa pun. Beliau benar-benar ikhlas dan jujur terhadap apa yang diucapkan dalam pembicaraaan tersebut.

Keinginan dan perbuatan Tgk Nurdin itu sangat mirip dengan kisah sahabat Nabi Muhammad, yakni Khalifah Umar bin Khattab yang tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk keperluan dan kepentingan pribadi. Alkisah, pada suatu malam saat Umar bin Khattab duduk dan berbincang dengan anaknya, Umar memadamkan lampu. Anaknya heran dan bertanya. Umar menyatakan bahwa pembicaraan mereka malam itu untuk keperluan keluarga, bukan untuk kepentingan rakyat.

Analog dengan kisah Umar itu, inilah sekelumit pengalaman dan kenangan saya tentang sikap tawaduk Tgk Nurdin Abdurrahman, sosok sederhana yang meninggal dunia, Senin, 8 Juni 2020.

Ia pernah menerima suaka politik dari Australia, menjabat Bupati Bireuen periode 2007-2012, dan salah seorang intelektual yang terlibat dalam perundingan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia di Hensinki, Finlandia. Setelah tak lagi menjabat bupati, aktivitasnya sehari-hari adalah mengabdi sebagai dosen dan Kepala Kantor Urusan Internasional (KUI) Universitas Almuslim, Peusangan.

Selain pengalaman tersebut, banyak juga pengalaman dan pelajaran lain yang tak bisa saya lupakan tentang beliau, apalagi saat Universitas Almuslim muhibah seni ke Australia tahun 2014. Kebetulan saya selama lima malam menginap satu kamar dengan beliau di sebuah hotel di Kota Sydney, Australia.

Beliau sosok yang sangat disiplin waktu, selalu membimbing dan memberikan nasihat, juga taat beribadah, tabah, baik, dan santun. Innalillahi wa innailaihi raji'un. Selamat jalan guru, pemimpin, pejuang, dan pembimbing kami. Semoga husnul khatimah.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved