Ganja untuk Medis

Universitas di Selandia Baru Buka Prodi Ilmu Ganja untuk Obat, Diharapkan Buka Lapangan Kerja Baru

Perkulihan yang akan mulai pada 20 Juni mendatang, AUT menawarkan program pascasarjana tentang ganja sebagai obat.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR
Ilustrasi tanaman ganja 

“Ratusan pekerjaan baru diharapkan akan mengisi pabrik ganja obat, dengan potensi ekspor ganja obat-obatan yang akan menyaingi pabrik anggur atau wol," katanya.

“Kursus ini akan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja di lapangan,” kata Fowlie.

"Kami senang membantu AUT memberikan jurusan ini sebagai bagian dari kemitraan penelitian kami yang sedang berlangsung," sambungnya

Selain mencakup kimia kanabinoid, jurusan ini juga akan mencakup mempelajari sejarah dan undang-undang ganja obat, skema ganja obat yang lebih luas, aspek botani ganja dan sistem pengiriman dan dosis.

Wacana di Aceh

Jauh dari Selandia Baru, isu ganja sebagai obat dan lapangan kerja juga menyeruak dari Aceh, provinsi di ujung Pulau Sumatera Indonesia yang kerap disebut-sebut sebagai salah satu daerah penghasil ganja terbaik di dunia.

Isu ganja sebagai obat dan sumber pendapatan ini sempat menggegerkan Gedung DPR RI Senayan Jakarta, ketika Rafli, anggota DPR RI asal Aceh yang hadir dalam rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis (30/1/2020), menawarkan ganja menjadi komoditas ekspor.

"Jadi pak, ganja ini bagaimana kita jadikan komoditas ekspor yang bagus," kata Rafli di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta.

Rafli menyebut tanaman ganja tidak berbahaya dan bisa dimanfaatkan sebagai obat.

Ia pun bakal menyediakan lahan untuk ditanami ganja, jika usulannya itu diterima.

Sehari setelahnya, sejumlah akademisi, peneliti, dan aktivis di Aceh berkumpul di Kamp Biawak, membahas ganja.

Kajian yang diselenggarakan oleh The Aceh Institute dan Kamp Biawak, Jumat (31/1/2020) sore, mengangkat tema tentang 'potensi industri ganja Aceh sebagai strategi pengentasan kemiskinan'.

Diskusi rutin yang biasanya hanya dihadiri sekitar 20 peserta saja, tiba-tiba dipenuhi pengunjung dari berbagai kalangan.

Panitia mengatakan, tema tersebut diusung karena baru-baru ini Aceh dihebohkan dengan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan Aceh masih sebagai provinsi termiskin di Sumatera.

Sejumlah pihak mengkritik Pemerintah Aceh karena dinilai gagal mengentaskan kemiskinan di tengah uang yang melimpah. Untuk tahun 2020 saja, Pemerintah Aceh mengelola APBA Rp 17,2 triliun.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved