Ganja untuk Medis

Universitas di Selandia Baru Buka Prodi Ilmu Ganja untuk Obat, Diharapkan Buka Lapangan Kerja Baru

Perkulihan yang akan mulai pada 20 Juni mendatang, AUT menawarkan program pascasarjana tentang ganja sebagai obat.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR
Ilustrasi tanaman ganja 

Diskusi di Kamp Biawak, kawasan Limpok, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar ini, menghadirkan tiga pembicara yaitu, Prof Dr Musri Musman MSc (peneliti ganja), Dhira Narayana (Ketua Lingkar Ganja Nusantara-lembaga yang fokus mengadvokasi legalisasi ganja untuk kesehatan di Indonesia), dan Jamaica (pemerhati ganja).

Prof Dr Musri Musman yang melakukan penelitian terhadap ganja mengatakan dirinya menemukan banyak manfaat dari tanaman yang di Indonesia masuk dalam kategori terlarang ini.

Mulai untuk kebutuhan medis, tekstil, hingga untuk bahan pembuatan kertas.

"Dari segi kebutuhan pasar saat ini sangat besar, kemudian peluang itu diperoleh karena kandungan CBD minyak (ganja) yang dihasilkan itu tidak dapat dihasilkan dari wilayah lain," kata Prof Musri.

Menurut Prof Musri, hal ini menjadi satu peluang bagi Indonesia untuk memproduksi minyak dari tanaman ganja karena kandungan cannabidiol (CBD) ganja Indonesia terbaik di dunia.

Tapi pengembangan itu harus melibatkan masyarakat dan tidak boleh ada monopoli harga.

"Bila setiap penduduk memiliki kesempatan untuk menanam (ganja) dan ada regulasinya yang mengatur itu, saya sangat berkeyakinan wilayah Aceh dan penduduknya ini tidak perlu disubsidi oleh negara. Mereka dapat membiayai diri sendiri dan bisa menyumbang untuk daerah lain," ujar dia.

Jika hal itu terjadi, Prof Musri menyakini Aceh akan terbebas dari belenggu kemiskinan.

"Kesejahteraan itu lahir berangkat dari kebersamaan. Kita selama ini melihat adanya praktik monopoli yang menyebabkan sebagian masyarakat terpinggirkan dan sebagai diuntungkan," ujarnya.

Karena itu, ia berharap pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam lima tahun saja untuk menanam sendiri tanaman ganja, tetapi tetap diikat dengan regulasi.

"Kalau kita gagal, berarti kita tidak mampu menangani potensi kita sendiri," tandasnya.

Saat ini, lanjut dia, beberapa negara sudah melegalkan ganja yang kebanyakan untuk keperluan medis, di antaranya Kanada, Amerika Serikat, Thailand, dan menyusul Malaysia yang juga berencana akan melegalkan penanaman ganja.

"Dari batang ganja banyak serat, bisa untuk diproduksi kain dan kayunya bisa diproduksi kertas nomor satu di dunia. Makanya rayap tidak makan uang. Bahkan orang hisap ganja tidak ada panu di tubuhnya," kata Prof Musri.

Menurut Prof Musri, sebenarnya daun ganja kalau dikonsumsi begitu saja tidak mabuk. Yang menimbulkan mabuk ketika daun ganja dipanaskan.

Sementara Ketua Lingkar Ganja Nusantara, Dhira Narayana dalam kesempatan itu mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan judicial review terhadap undang-undang yang mengatur tentang ganja. Ia berharap ganja bisa dilegalkan untuk kebutuhan medis.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved