16 Juni 1948 dalam Sejarah
‘Di Tiang Pancang, Mereka Membaca Tangis Soekarno’
Tanpa pengeras suara, secara bergantian mereka membacakan puisi tentang Banda Aceh dan kesaksian berbagai peristiwa mutakhir yang terjadi di bumi Aceh
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Nur Nihayati
Namun krisis ekonomi dan moneter yang parah menyebabkan rencana itu urung terlaksana.
D Keumalawati memilih membaca puisi di atas rumput.
Suaranya menderu bersama angin sore. Vokalis Sanggar Matahari, Devie K Syahni mengumandangkan “Kangen” puisi karya Rendra.
Salman Yoga, pimpinan Teater Reje Linge yang kini menjadi dosen di Darussalam membacakan sekitar lima judul puisi lanskap.
Tak banyak orang menyaksikan peristiwa menjelang senja itu.
Masyarakat yang melintas di kawasan Taman Sari sesekali hanya melirik keramaian di tiang pancang.
Cuma satu dua orang yang berhenti menikmati atraksi gratis kawanan penyair yang telah lama kehilangan ruang berekspresi karena Aceh disibukkan dengan gemuruh rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami.
Perupa Aceh, Mahdi Abdullah merencanakan kembali memanfaatkan ruang tiang pancang bekas Hotel Atjeh itu untuk ruang ekspresi.
Mahdi adalah satu-satunya pelukis Aceh yang pernah berpameran tunggal di Hotel Atjeh pada 1990 dan 1995.(fikar w eda)