Kupi Beungoh
PEMA dan Migas Blok B di Aceh Utara, Jangan Sampai Kisah KIA Ladong Terulang
Tulisan saya ini tidak dimaksukan untuk mematahkan semangat Pemerintah Aceh, melalui PT PEMA (PT Pembangunan Aceh) untuk mengelola Blok B Aceh Utara
Sebagai salah satu elemen rakyat Aceh, hal ini penting saya pertanyakan, agar Aceh tidak terus menerus dalam kondisi cet langet.
Juga agar rakyat Aceh jangan terus-terusan dicilet meulisan.
Tulisan saya ini tidak dimaksukan untuk mematahkan semangat Pemerintah Aceh, melalui PT PEMA (PT Pembangunan Aceh) untuk mengelola Blok B Aceh Utara.
Tapi perlu diingat, ini bukanlah pekerjaan yang segampang membalikkan telapak tangan.
Butuh dana besar, orang-orang profesional, dan para pekerja keras untuk mengemban tugas ini.
Agar Blok B tidak bernasib sama dengan perusahaan semen di Laweung Pidie, Kawasan Industri Aceh di Ladong Aceh Besar, Kawasan Ekonomi Khusus di Arun Lhokseumawe, atau konektivitas Aceh-Andaman (India) yang beberapa bulan lalu semangatnya sangat berapi-api.
• Investasi di Aceh, What Wrong?
• Investasi di Aceh Naik 371,6 Persen, Sepanjang Tahun 2019 Mencapai Rp 5,8 Triliun, Ini Datanya
Modal dan SDM
Sebagai pengelola baru di bidang migas, PT. PEMA tentu akan membutuhkan modal operasional yang cukup besar.
Nah apakah dana operasional ini akan dibebankan kepada dana Otsus?
Atau pemerintah Aceh menggunakan sumber dana lain.
Kalau Pemerintah Aceh menggunakan dana publik, maka sistem transparansi harus diadopsi agar masyarakat tahu bahwa dana kompensasi post-conflict telah digunakan kemana saja dan apa hasilnya.
Selain modal operasional bagaimana pula dengan sumberdaya manusia, apakah Aceh memiliki tenaga-tenaga terampil dalam mengelola migas.
Sumberdaya manusia ini sangat sensitif karena kalau salah pengelolaannya akan menimbulkan konflik baru di Aceh.
Apalagi kalau sampai terbukti dengan istilah dalam Bahasa Aceh “buya krueng teudong-dong, buya tamong meuraseuki.”
Tentu saja bukan bermaksud merendahkan kapasitas dan keahlian orang Aceh.