Tata Surya

Neptunus dan Uranus, Planet Penghasil Hujan Berlian

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications, ada bukti baru yang membuktikan keberadaan "hujan berlian" di Neptunus dan Uranus

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Badan Antariksa Amerika Serikat - NASA
Panet Neptunus (kiri) dan Uranus 

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications, ada bukti baru yang membuktikan keberadaan "hujan berlian" di Neptunus dan Uranus

SERAMBINEWS.COM - Neptunus dan Uranus adalah dua planet besar paling jauh di Tata Surya dan juga merupakan planet yang jarang dieksplorasi.

Tiga puluh tahun lalu, pesawat luar angkasa ‘Voyager 2’ menjadi satu-satunya misi luar angkasa yang telah mendekati Neptunus dan Uranus.

Eksperimen baru tersebut memberikan pengetahuan penting tentang fisika di kedua planet itu..

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications, ada bukti baru yang membuktikan keberadaan "hujan berlian" di Neptunus dan Uranus.

Uranus dan Neptunus mungkin dikenal sebagai "raksasa es" tetapi di bawah permukaannya yang dingin, suhu dan tekanannya sangat tinggi sehingga terjadi reaksi fisik yang luar biasa.

Bahkan, para ilmuwan percaya bahwa berlian dapat terbentuk dari hujan di dalam planet-planet ini.

Peniliti Temukan Lautan Asin Luas di Bulan Planet Jupiter, Disebut Memungkinkan Bagi Kehidupan Alien

China Siap Saingi NASA Jelajahi Planet Mars Musim Panas Ini

Ada yang Ingin Tinggal di Planet Mars, Ilmuwan Sudah Temukan Lokasi Permukiman Paling Pas

Melansir dari IFL Science, Rabu (1/7/2020), menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications, bukti eksperimental bahwa fenomena aneh ini mungkin benar-benar terjadi.

Para peneliti menggunakan SLAC (the US DoE's National Accelerator Laboratory) Linac Coherent Light Source (LCLS) yang luar biasa untuk mempelajari bagaimana suatu hidrokarbon akan berperilaku di bawah tekanan dan temperatur yang diharapkan 10.000 kilometer (6.200 mil) di dalam Neptunus.

Di Neptunus, di mana tekanannya sekitar 1,5 juta atmosfer dan suhunya 4.730 ° C, hidrokarbon itu berpisah dalam unsur-unsur karbon dan hidrogen.

Tes laboratorium menunjukkan bahwa setidaknya seperempat dari gugus karbon bersama dan dalam kelompok itu, karbon berubah menjadi susunan yang paling kokoh yaitu, berlian.

"Penelitian ini memberikan data tentang fenomena yang sangat sulit untuk dimodelkan secara komputasi: 'ketidakmampuan' dari dua elemen, atau bagaimana mereka menggabungkan ketika dicampur," kata Direktur LCLS Mike Dunne dalam sebuah pernyataan.

NASA Bagikan Gambar Lubang Lava di Mars, Berpotensi Sebagai tempat Pemukiman Manusia

Remaja Ini Menangkan Tantangan NASA, Rancang Pakaian Antartika untuk Misi Artemis2024 ke Planet Mars

Gerhana Matahari Cincin Solstis 21 Juni 2020, Akan Terjadi Lagi Tahun 2039 atau 19 Tahun Lagi

"Di sini mereka melihat bagaimana dua elemen terpisah, seperti mendapatkan mayones untuk memisahkan kembali menjadi minyak dan cuka," katanya.

"Dalam kasus raksasa es kita sekarang, tahu bahwa karbon hampir secara eksklusif membentuk berlian ketika terpisah dan tidak mengambil bentuk transisi cairan," kata penulis utama, Dr Dominik Kraus, dari Helmholtz-Zentrum Dresden-Rossendorf.

Hujan intan berlian di Neptunus dan Uranus memainkan peran penting dalam keseimbangan energi internal planet-planet yang jauh ini.

Berlian yang baru terbentuk akan tenggelam, menghasilkan panas saat perlahan-lahan bergesekan dengan material padat di sekitarnya.

Ini akan memungkinkan planet-planet untuk menjaga interior mereka begitu hangat.

Penelitian ini tentu dapat membantu kita memahami planet-planet ini, serta dunia serupa yang dapat ditemukan di luar Tata Surya.

Waspada, Ternyata Ini Bahaya Melihat Gerhana Matahari Secara Langsung

Tahun Ini Masih Ada Lima Gerhana Matahari dan Bulan, Ini Jadwal Kejadiaannya Menurut Ilmu Falak

6 Planet yang Disebut NASA Paling Mirip dengan Bumi, Salah Satunya Kepler-22b

Tetapi teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yang dikembangkan oleh Kraus, dapat melangkah lebih jauh.

Dapat digunakan untuk mempelajari perilaku ekstrem seperti itu pada hidrogen saja, meniru apa yang mungkin ditemukan di bintang-bintang kecil atau di reaktor fusi nuklir.

Mempelajari sifat-sifat seperti itu bisa sangat penting untuk menguasai pendekatan fusi tertentu yang saat ini kita tidak memiliki pemahaman yang lengkap. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved