Vonis Mati untuk Faisal dan Istri, Kendalikan Bisnis Narkoba dari Lapas
Faisal M Nur yang kini tengah mendengkam dalam lapas kelas II A, Pekan Baru, dijatuhi hukuman pidana mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Idi
Dari dakwaan JPU, diketahui ada sejumlah terdakwa dalam kasus penyeludupan narkoba dari Malaysia ke Aceh yang dikendalikan oleh Faisal Nur, melibatkan istrinya. Namun masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah oleh JPU.
Diketahui, atas perintah Faisal Nur, sabu-sabu setiba di Aceh, rencananya dibawa ke Palembang, Sumatera Selatan, oleh ES dan HS menggunakan mobil Avanza. Namun, petugas BNN berhasil berhasil menggagalkannya dengan menangkap ES dan HS, di Jalan Medan-Banda Aceh, Gampong Jalan, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, pada 23 Agustus 2020, sekitar pukul 23.30 WIB.
Saat itu petugas BNN mengamankan satu tas jinjing warna hitam dan satu tas ransel yang di dalamnya berisi sabu-sabu yang dibungkus menggunakan teh cina warna hijau sebanyak 16 bungkus dengan berat 16 kilogram.
Selanjutnya, petugas BNN juga mengamankan RD dan SB, Sabtu (24/8/2019) di Simpang Ulim, Aceh Timur. Masih pada Sabtu sore itu, petugas BNN juga mengamankan MZ dan AW di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh. Kemudian pada minggu (25/8/2029) sekitar pukul 11.30 WIB, petugas BNN, menangkap istri Faisal Nur, Murziyanti, dan FT di Deli Serdang Sumatera Utara. Petugas BNN kemudian menjemput terdakwa Faisal Nur di Lapas Kelas II A Pekanbaru.
Adapun, barang bukti yang telah diamankan oleh petugas BNN dari para terdakwa berupa narkotika jenis sabu sebanyak 16 bungkus, terdiri dari 10 bungkus kemasan teh cina warna hijau berisikan kristal warna putih dengan berat kurang lebih 10.000 gram, dan 6 bungkus kemasan teh cina warna hijau berisikan kristal warna putih dengan berat kurang lebih 6.000 gram.
Kapolri Jenderal Idham Aziz menungkapkan ada 100 pengedar narkoba dijatuhi hukuman mati sepanjang 2020. Dia berharap vonis itu segera dieksekusi. Hal itu disampaikan Idham Aziz dalam sambutan pemusnahan barang bukti narkoba jenis sabu seberat 1,2 ton di di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (2/6/2020).
Menurut Idham, tindakan tegas eksekusi merupakan salah satu cara untuk memutus rantai peredaran narkoba dan memberikan efek jera kepada para pengedar dan pengguna narkoba. "Saya barusan di ruang Polri direktorat narkoba, dalam kurun 2020 ini saja kurang lebih kurang sudah ada 100 yang divonis mati karena narkoba di seluruh Indonesia. Mudah mudahan cepat dieksekusi itu," kata Idham.
Idham juga mengajak kepada Kejaksaan Agung untuk tidak ragu memberikan vonis yang seberat-beratnya kepada para pengedar narkoba. "Mumpung teman-teman jaksa ada, teman-teman pengadilan ada, kita ajukan, tuntut yang berat, vonis," ujar mantan Kepala Bareskrim Polri itu.
Idham mengaku heran masih ada upaya penyelundupan narkoba dalam jumlah besar di Indonesia saat pandemi Covid-19. "Kita tidak bisa bayangkan di saat situasi negara kita dalam keadaan musibah pandemi begini, betapa banyaknya uang yang dijadikan untuk membeli ini dan menghancurkan generasi bangsa," jelas dia.
Idham pun mengintruksikan seluruhan anggota kepolisian untuk menindak tegas para penyelundup dan pengedar narkoba di Indonesia. Hal itu sekaligus memberikan pesan kepada para penyelundup dan pengedar bahwa Indonesia bukan tempat perdagangan maupun transit penyelundupan narkoba jaringan internasional.
Untuk hasil maksimal, Idham minta Kabareskrim bersama Satgas Merah Putih meningkatkan kerja sama dengan stakeholder untuk mencegah masuknya narkoba ke Indonesia. Di antaranya dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), bea cukai dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Iman Polisi Bisa Goyah
Idham mengungkapkan dirinya merupakan polisi yang sangat concern terhadap kejahatan narkoba. Bahkan, ia kerap rewel terhadap keamanan barang bukti narkoba yang disita anggota Polri dari pengedar. Menurutnya, barang bukti narkoba riskan disalahgunakan jika tidak segera dimusnahkan atau terlalu lama berada dalam penguasaan polisi.
"Karena bahaya narkoba itu bisa datang dari dua sisi. Dari luar yaitu bisa orang luar, dari dalam bisa dari polisinya sendiri. Kalau tidak cepat dimusnahkan, iman goyah, pegang segenggam bisa melihara," ujarnya.
Tak hanya itu, Idham mengaku kerap memerintahkan anggota yang menangani kasus narkoba secara rutin menjalani tes urine untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan narkoba di kepolisian. Menurut Idham, jika diketahui ada polisi yang mengonsumsi atau bahkan mengedarkan narkoba, maka layak dihukum mati. Sebab, sebagai anggota kepolisian dipastikan telah mengetahui tentang ketentuan dan perundang-undangan larangan narkoba.
Oleh sebab itu, ia meminta para pejabat utama polri untuk mengawasi anak buahnya terkait masalah narkoba tersebut. "Karena banyak kejadian begitu. Nah, kalau polisinya sendiri yang kena narkoba, hukumannya harus hukuman mati sekalian," ujarnya. (c49/tribun network/igm/coz)