TNI Berkarya
Merajut Peradaban Baru di Ujung Selatan Aceh Tamiang Melalui TMMD 108
Dua kampung bertetangga di ujung selatan Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh ini berjarak cukup dekat secara geografis.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Ansari Hasyim
Deki menyadari kehadiran jalur transportasi ini cukup dibutuhkan masyarakat karena akan memberikan efisien waktu 45 menit.
“Harapan kami setelah jalur ini selesai dikerjakan, pemerintah bersedia melanjutkannya dengan pengaspalan, sehingga masyarakat betul-betul merasakan manfaatnya dengan maksimal,” tukasnya.
Harapan ini pun diamini warga yang selama ini mengaku cukup tersiksa dengan kondisi ini. Warga yang umumnya berprofesi sebagai petani kelapa sawit harus gigit jari menerima kenyataannya hasil perkebunannya membusuk akibat sulitnya transportasi ke pabrik kelapa sawit.
“Kalau dari Seumadam jalur ini satu-satunya yang harus dilalui, makanya kalau sudah musim hujan, sawit yang sudah dipanen menjadi busuk, tidak bisa dibawa ke luar,” kata Datok
Penghulu Seumadam, Daryusman.
Datok Penghulu Rimbasawang, Said Razali optimis pelaksanaan TMMD 108 ini akan berdampak pada peradaban baru di kampungnya.
Dia meyakini ancaman hasil panen membusuk yang juga dirasakan warganya tidak lagi terjadi dan lebih dari itu optimisme denyut perekonomian tidak hanya dirasakan petani, tapi juga pedagang maupun pertumbuhan kawasan permukiman.
“Sudah ada warga yang berani membangun di daerah itu, sebelumnya lahan itu sama sekali tidak tersentuh,” kata Said.
Said mengibaratkan TMMD 108 ini ibarat merajut pengerjaan yang sudah dimulai sejak 1993.
Pengerasan di jalur sepanjang tujuh kilometer ini disebutnya pertama kali dikerjakan tahun 1993 dan dilanjutkan tahun 2000 saat kawasan itu masih bagian dari Kabupaten Aceh Timur.
“Hari ini tersisa lima kilomter yang rusak. Dua kilometer akan dikerjakan menggunakan dana desa, sedangkan sisa tiga kilometer dikerjakan TMMD, maka rajutan ini tuntas,” kata Said.(*)