Berita Jakarta

Fadhil, Pria Asal Pidie Ini Sosok di Balik “Demam Meuketoep” di Jakarta

Mulai dari para pengusaha, politisi, mahasiswa, aparatur sipil negara (ASN) ramai-ramai mengenakan kopiah khas Aceh dengan warna cemerlang itu.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Nur Nihayati
For Serambinews.com
Fadhil. 

Mulai dari para pengusaha, politisi, mahasiswa, aparatur sipil negara (ASN) ramai-ramai mengenakan kopiah khas Aceh dengan warna cemerlang itu. 

Laporan Fikar W.Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Jakarta sedang demam “meukeutoep”.

Banyak kalangan, mulai dari para pengusaha, politisi, mahasiswa, aparatur sipil negara (ASN) ramai-ramai mengenakan kopiah khas Aceh dengan warna cemerlang itu.

Dijual dengan harga Rp 100 ribu-an.

Menggunakan bahan ringan dan enak dikenakan di kepala.

Selain sebagai aksesoris, kopiah “meukeutoep” ini juga digunakan sebagai atribut shalat, seperti halnya kopiah haji berwarna putih dan jenis kopiah-kopiah lainnya.

Banyak yang mengapresiasi “demam meukeutoep” ini.

Setidaknya, satu lagi produk seni dari Aceh terangkat ke permukaan secara luas.

Lantas siapakah sosok di balik merebaknya “kopiah meuketuoep” itu?

Namanya Fadhil. Berasal dari Garot, Pidie. Lahir 30-11-1983.

Belajar Secara Daring Mestinya Lebih Efektif

Perangkat BTS di Gayo Lues Dibakar, Ini Jawaban dari Telkomsel

Amalan Rasulullah Zikir Pagi Sebelum Beraktivitas, Ini Keutamaannya

Menamatkan pendidikan S1 Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.

Di kalangan seniman Aceh Jakarta, Fadhil adalah figur yang ikut menggerakkan Tari Ratoh Jaroe di Ibukota Jakarta.

Ia mengajar Ratoh Jaroe di banyak sekolah tingkat SMA dan SMP serta perguruan tinggi.

“Alhamdulillah kopiah ini saat ini mulai mendapat tempat luas di masyarakat,” ujar Fadhil.

Ia salah seorang yang memproduksi kopiah tersebut.

Saat ini pesanan bukan saja dari berbagai daerah di dalam negeri, melainkan sudah ada order dari Malaysia.

“Target kita memang kopiah ini bisa meluas secara nasional.

Saya ingin suatu saat, Presiden Indonesia dan para menteri ikut mengenakan kopiah ini,” ujar Fadhil.

Usaha menjual “kopiah meukeutoep” ini sudah dirintis Fadhil sejak 2018.

Waktu itu ia menjual kopiah buatan tangan (handmade) dari pengrajin di Garot Pidie. Selain dijual juga disewakan.

Harga per kopiah Rp 400 ribu. Menurut Fadhil, itu terlalu mahal, dan tidak semua orang punya kemampuan daya beli.

“Harga 400 ribu itu mahal. Orang tertentu yang bisa beli. Tapi kita ingin kopiah ini dimiliki masyarakat luas,” ujar Fadhil.

Ia tidak kehilangan akal. Fadhil bersama rekannya, Fachrul, melakukan terobosan dengan membuat kopiah dari bahan murah dan ringan.

Alhasil, sejak diluncurkan ke pasar, langsung ditangkap dan mendapat apresiasi. “Produk ini kita produksi di Jawa.

Bahan bakunya murah,” ujar Fadhil mengenai alasannya membuat produksi di Jawa.

Berasal dari keluarga seniman. Ibunya, Zubaidah adalah pengrajin kasab di Garot Pidie, serta pelaminan Aceh.

Berada di lingkungan seni kasab, Fadhil tentu tidak merasa asing lagi.

Saat hijrah ke Jakarta dan berkutat dengan dunia kesenian, Fadhil menangkap peluang usaha mendagangkan kopiah “meuketuoep” dari Garot.

Tapi, karena terlalu mahal, usahanya tidak berjalan mulus.

Fadhil berkeliling menjual “meuketoep” saat itu. Dan itu terus dilakukan sampai sekarang.

“Saya gelar dagangan di beberapa tempat,” katanya.

Kini usaha Fadhil mulai membuahkan hasil.

Karyanya mendapat apresiasi luas. Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh Almuniza Kamal termasuk yang ikut mendorong usaha ini.

Begitu juga kalangan-kalangan pengusaha Aceh dan politisi Aceh, akhir-akhir ini selalu tampil dengan”meuketoep” bertengger di kepala.

Publikasi kopiah ini semakin massif tatkala banyak yang memposting di media sosial.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved