Berita Banda Aceh
Banjir Berulang, Indikasi Ada Masalah dalam Tata Kelola Lingkungan Hidup di Aceh
"Inilah yang menjadi sebab utama banjir genangan dan banjir bandang. Apalagi, jika saluran hilir dari daerah aliran sungai tidak berfungsi optimal,
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Faisal Zamzami
Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin MS mengatakan, seringnya terjadi banjir, baik banjir bandang, genangan, rob (banjir akibat pasang air laut), maupun banjir lainnya merupakan indikasi adanya masalah dengan tata kelola lingkungan hidup di Aceh.
Tingginya frekuensi banjir di Aceh, terutama yang diakibatkan oleh semakin lajunya kerusakan hutan (deforestasi) menyebabkan bertambahnya degradasi hutan, sehingga kemampuan hutan untuk menampung air hujan semakin melemah.
"Inilah yang menjadi sebab utama banjir genangan dan banjir bandang. Apalagi, jika saluran hilir dari daerah aliran sungai tidak berfungsi optimal, baik karena sedimennya yang mendangkalkan sungai maupun karena salurannya sudah rusak," kata Taqwaddin kepada Serambinews.com di Banda Aceh, Rabu (22/7/2020) pagi.
Pernyataan itu diutarakan Taqwaddin sehubungan dengan banjir yang melanda sebagian besar wilayah di barat selatan Aceh (Barsela), Selasa kemarin.
Akibat banjir tersebut ribuan rumah terendam dan arus transportasi Aceh-Sumatera Utara sempat putus.
Banjir luapan yang dipicu hujan lebat dalam durasi lama itu merendam ratusan desa mulai dari Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan, Kota Subulussalam, hingga Aceh Singkil.
Dampak terparah dari banjir kali ini dirasakan di Aceh Jaya.
Di kabupaten ini 43 desa di lima kecamatan dilanda banjir.
Banyak warga yang terpaksa mengungsi, tapi sejauh ini tidak ada korban jiwa.
• Pasutri Ini Buang Bayi dari Atas Jembatan, Malu Karena Istri Hamil Diperkosa Majikan di Malaysia
• Taliban Umumkan Gencatan Senjata 3 Hari di Afghanistan Sambut Hari Raya Idul Adha
Sebagai solusi atas banjir yang kerap berulang tersebut, Taqwaddin merekomendasikan perlunya upaya penanggulangan (mitigasi dan recovery) yang komprehensif.
Mulai dari penanganan daerah hulu (hutan di dataran tinggi) hingga membenahi kondisi sungai dan riol-riol di hilir (daerah permukiman) di seluruh Aceh.
Penanganan penting lainnya yang perlu dievaluasi, menurut Taqwaddin, adalah adanya kebijakan pemerintah yang kurang prolingkungan. "Ini perlu dikaji dan dikoreksi," kata Taqwaddin.
Selain itu, perlu juga dikaji sikap, tindakan, dan perilaku warga masyarakat terhadap alam dan lingkungannya.
"Hal ini penting, karena merusak lingkungan esensinya akan merugikan diri sendiri," imbuh Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala ini.