Di Tengah Kekacauan dan Pasca Ledakan di Beirut, Pemerintah Lebanon Mundur Massal

Tindakannya telah menambah risiko membuka negosiasi terhadap kabinet baru di tengah desakan reformasi.

Editor: Amirullah
AFP/ANWAR AMRO
Sebuah tulisan grafiti memperlihatkan tulisan 'Bei' diganti 'Bye' atau Byerut di dinding jembatan pelabuhan Beirut, Lebanon, Minggu (9/8/2020). 

"Para elit politik seharusnya malu atas diri mereka sendiri karena korupsi mereka telah menciptakan kekacauan yang telah disembunyikan selama 7 tahun," tambahnya.

"Aku telah temukan jika korupsi negeri ini lebih besar daripada negara ini sendiri.

"Negara ini juga akan terus-terusan mengalami korupsi dan nepotisme, tidak mampu mengkonfrontasinya atau menghapusnya," ujar Diab.

Diab sebelumnya adalah seorang profesor di American University of Beirut, sebelum ia menjabat sebagai Perdana Menteri.

Semenjak ledakan, Diab telah berusaha untuk tetap menjabat selama dua bulan.

Tujuannya adalah untuk mengorganisir pemilihan parlemen baru, dan ciptakan peta reformasi.

Namun sepertinya ia kewalahan menghadapi tekanan dari kabinetnya sendiri.

Dengan mundur massal ini, tuntutan untuk pemilihan lebih awal sepertinya sudah usang.

Sehingga akhirnya, golongan elit yang sama akan berdebat dalam pembentukan kabinet baru.

Pemerintahan Diab sendiri juga bukan pemerintahan yang murni demokrasi.

Sebelumnya, mantan Perdana Menteri Saad Hariri mundur dari jabatannya Oktober 2019.

Ia mundur merespon demonstrasi penduduk.

Dibutuhkan berbulan-bulan pertengkaran di antara golongan elit untuk memilih Diab.

Pemerintahan Hassan Diab sebelumnya didominasi oleh grup militan Hizbullah dan sekutu mereka.

Oleh karenanya, banyak yang melihatnya sebagai pemerintahan satu sisi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved