Kekuatan Militernya Tak Sebanding dengan China, Tapi Taiwan Bisa Kalahkan Tiongkok dengan Cari Ini

Bila dilihat dari segi kekuatan militernya, Taiwan jelas-jelas kalah telak. Sebab Tiongkok memiliki jumlah tentara terbanyak di dunia.

Editor: Amirullah

SERAMBINEWS.COM - Sudah jelas siapa yang menang bila China dan Taiwan berperang.

Bila dilihat dari segi kekuatan militernya, Taiwan jelas-jelas kalah telak.

Sebab Tiongkok memiliki jumlah tentara terbanyak di dunia.

Bahkan, satu-satunya negara yang sanggup menyaingi bujet militer "Negeri Panda" adalah Amerika Serikat ( AS).

Sementara itu Taiwan dengan populasi penduduk 23 juta jiwa, perekonomian dan kekuatan militernya sangat kecil dibandingkan China, dan terus berada di bawah ancaman invasi.

Baru-baru ini ketegangan meningkat lagi dengan AS yang mengirim delegasinya ke Taipei, dan menjadi kunjungan tingkat tertinggi sejak Washington mengalihkan pengakuan diplomatik ke China pada 1979.

Lalu andaikata Taiwan dan China terlibat perang, bagaimana perbandingan kekuatan dua negara itu?

India Geram, China dan Pakistan Bangun Tanjakan Persahabatan di Tengah Wilayah Sengketa

Cemburu dan Emosi, Pemuda ini Tusuk Pacarnya hingga Tewas di Depan Kos

Wali Kota Banjar Baru Meninggal Akibat Covid-19, Video Pesannya Terkait Corona Viral di Media Sosial

Berikut prediksinya yang disarikan dari AFP Senin (10/8/2020).

1. Mengapa mereka bermusuhan?

Taiwan dan China berpisah pada 1949 ketika nasionalis Chiang Kai-shek melarikan diri ke pulau itu untuk membentuk pemerintahan otoriter yang terpisah, setelah kalah dalam perang saudara di China daratan melawan komunis Mao Zedong.

Kedua pihak mengklaim mewakiliki China dan selama 30 tahun pertama, konflik tetap memanas.

China kerap menembaki pulau-pulau Taiwan yang dekat dengan daratan mereka.

Kemudian dalam serangan terbesar pada 1958, Tentara Pembebasan Rakyat China menembakkan 470.000 peluru selama 44 hari, menewaskan 618 prajurit dan warga sipil.

Hingga akhir tahun 1970-an China masih membombardir pulau-pulau itu, meski telah dihujani dengan selebaran propaganda.

Kemudian detente (peredaan ketegangan) terjadi, disusul kesepakatan diam-diam pada awal 1990-an di mana kedua pihak sepakat menjadi "satu China" tapi memiliki versinya masing-masing.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved