Feature
Kisah Jumila, Anak Korban Konflik Aceh yang Berjuang Menggapai Cita Hingga Kuliah ke Jerman
Pemerintah Aceh sampai sejauh ini terus melakukan berbagai upaya pemenuhan hak bagi korban konflik.
Penulis: Subur Dani | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Subur Dani | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH -Namanya Jumila. Ia berasal dari Bilie Aron, Glumpang Tiga Pidie yang terkenal dengan tragedi hitam kamp penyiksaan Romoh Geudong.
Dari sekian banyak anak korban konflik di Aceh, Jumila adalah satu di antara mereka.
"Banyak teman saya di Rumoh Gedong yang bahkan untuk ke Sigli saja bisa dihitung jari. Kecil kemungkinan (anak korban konflik) melanjutkan pendidikan. Mereka pintar-pintar, tapi balik lagi ke kondisi keluarga yang sangat tidak mendukung," tutur Jumila di hadapan Plt Gubernur Aceh bertepatan dengan peringatan 15 tahun perdamaian Aceh di Pendopo Gubernur, Sabtu (15/8/2020).
Meski didera konflik yang berimbas pada keluarganya, namun Jumila tidak putus asa.
Ia terus berupaya menggapai cita-citanya melanjutkan pendidikan.
Jumila kemudian lulus pada Jurusan Statistika di Unsyiah dengan tanggungan beasiswa Bidik Misi.
"Insya Allah tahun ini akan melanjutkan kuliah jurusan data analitik di Jerman," katanya.
Ia menyebutkan konflik bukan hanya merenggut orang tua dari anak-anak.
Lebih dari itu, ada kerusakan psikologi yang tak mudah diobati dirasakan anak yang ditinggalkan orang tuanya karena kekerasan konflik bersenjata.
Belum lagi korban yang rata-rata adalah keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.
Kesulitan finansial membuat banyak anak dari korban konflik yang menghentikan cita-cita di tengah jalan.
Tapi Jumila terbilang bernasi b baik. Ia mendapat beasiswa dan melanjutkan kuliah. Namun di balik itu, ada kesulitan lain, dimana ia harus memenuhi kebutuhan hidup dan biaya tinggal di Banda Aceh selama menempuh studi.
Oleh pemerintah Aceh, Jumila yang lulus S-2 di Jerman diberikan pendidikan dan biaya persiapan kursus bahasa Inggris.
Namun ia kini bingung dengan biaya perjalananan yang tak ditanggung di awal oleh Pemerintah Jerman.