75 Tahun PBB
Agustus Ini, PBB juga Berusia 75 Tahun, Menlu RI Ungkap Soal Rohingya dan Pandemi di Indonesia
Ada beberapa peran signifikan Indonesia di kancah global yang tercatat dalam sejarah diplomasi Indonesia.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Bagi diplomasi Indonesia, bulan Agustus ini memiliki dua momen bersejarah untuk diperingati. Pertama, peringatan hari kemerdekaan RI. Momen kedua memperingati terbentuknya Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Masing-masing berusia 75 tahun di tengah pandemi.
Pandemi korona menjadi tantangan baru bagi Indonesia dalam menjalankan peran diplomasinya di tengah desakan sejumlah pihak untuk bergerak aktif dalam menyelesaikan berbagai persoalan internasional.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi – pada diskusi virtual dengan tema “The Future We Want, The UN We Need: Refleksi Kritis 75 Tahun PBB dalam Menghadapi Tantangan Global baru-baru ini – menegaskan bahwa pandemi tidak mengendurkan peran diplomasi Indonesia.
“Pandemi tidak boleh membawa kemunduran pada kerja sama internasional, melainkan harus menjadi momentum bagi dunia untuk memajukan solidaritas dan persatuan,” kata Menlu Retno Marsudi pekan lalu di Jakarta.
Namun sejumlah pengamat menilai optimisme yang disampaikan Menteri Retno belum mewujud dalam bentuk kebijakan luar negeri Indonesia yang berorientasi pada penyelesaian masalah di kawasan dan global dalam kurun 75 tahun terakhir.
Ramdhan Muhaimin, Pengamat HI Universitas Al Azhar Indonesia, mengatakan Indonesia pernah menjadi pusat diplomasi perdamaian global pada tahun 1955 – dengan menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok yang berjuang untuk kemerdekaan negara-negara tertindas. Tapi gerakan itu lebih menekankan diplomasi ekonomi pembangunan daripada politik perdamaian.
Meski demikian, kata Ramdhan, Indonesia tidak sepenuhnya mengesampingkan diplomasi politik dan perdamaian. Ada beberapa peran signifikan Indonesia di kancah global yang tercatat dalam sejarah diplomasi Indonesia.
“Indonesia terlibat menyelesaikan konflik di Bosnia di era Orde Baru dan menjadi beberapa contoh capaian diplomasi Indonesia di tingkat regional dan internasional,” ucap Ramdhan.
Dalam konteks regional, tambah dia, Indonesia sebagai tulang punggung ASEAN harus lebih aktif melakukan diplomasi dan menjamin stabilitas kawasan.
• Lagi, 34 Pasien Positif Covid-19 Aceh Sembuh, Dua Dilaporkan Meninggal Dunia
• Satu Kejadian Ini Bikin Messi tak Bahagia Selama Membela Barcelona Sejak 2017
• Partai Aceh Jaring Figur Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2022, Prioritaskan Kader Sendiri
• VIDEO - Viral, Larang Nyanyi Bersama Biduan, Suami Pukul Istri Pakai Kayu di Atas Panggung
Tantangan diplomasi regional
Menurut dia, kerja-kerja diplomasi Indonesia dalam upaya penyelesaian maslah Rohingya sudah luar biasa besar, terutama dalam diplomasi kemanusiaan. Namun, mengharapkan Indonesia secara parsial menyelesaikan masalah di Rohingya sendirian seperti jauh panggang dari api.
“Kerja-kerja diplomasi Indonesia harus tetap dalam kerangka multilateral dan regional yakni ASEAN,” jelas Ramdhan kepada Anadolu Agency.
Tetapi mekanisme kerja ASEAN akan menjadi tantangan sekaligus kendala, yaitu adanya prinsip non intervensi yang melarang negara-negara anggota mencampuri urusan politik domestik.
Karena itu, kata Ramdhan, jika ingin lebih mendorong penyelesaian masalah Rohingya, maka Indonesia harus punya keberanian dan terobosan terkait prinsip-prinsip tadi.
“Indonesia secara simultan juga harus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan PBB dan organisasi internasional lainnya yang relevan,” terang Ramdhan.
Ramdhan mengatakan jika Indonesia tidak proaktif membantu penyelesaian konflik di negara ASEAN, itu sama artinya dengan Indonesia siap menerima dan menampung sebanyak-banyaknya aliran pengungsi dari negara tersebut.