Budaya

Mewahnya Pengantin Gayo Masa Lalu, dengan Hiasan Kalung Perak

Dalam foto itu, tampak seorang pengantin pria mengenakan ikat kepala, hiasan kepala, hiasan leher, untaian kalung rantai perak.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Taufik Hidayat
Mewahnya Pengantin Gayo Masa Lalu, dengan Hiasan Kalung Perak - pengantinpriagayo.jpg
Foto koleksi Tropenmuseum Amsterdam
Pengantin pria dalam pakaian adat Gayo
Mewahnya Pengantin Gayo Masa Lalu, dengan Hiasan Kalung Perak - pengantinwanitagayo.jpg
Foto koleksi Tropenmuseum Amsterdam
Pengantin wanita dalam pakaian adat Gayo

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mewahnya pengantin Gayo masa lalu. Gambaran ini tampak nyata dalam dua  foto hitam putih  yang bersumber dari Tropenmuseum Amsterdam yang diunggah dari  Wikipedia, Jumat (4/9/2020).

Dalam foto itu, tampak seorang pengantin pria mengenakan ikat kepala, hiasan kepala, hiasan leher, untaian kalung rantai perak.

Di pinggang kiri sebilah pisau dengan tangkai menyembul ke luar dan menghadap bawah.

Pada bagian pinggang juga dilingkari dengan rantai dan hiasan perak yang berjuntai-juntai.

Pengantin pria ini mengenakan pakaian lengan panjang, yang pada bagian-bagian tertentu terlihat motif-motif khas Gayo yang sangat klasik dengan warna agak gelap.

Pada bagian bawah foto tertera keterangan: “Pria Gayo dengan Gaun Pengantin Tradisional Gayo” (Nederlands: Repronegatief. Een Gajo (Aceh) dalam bruidskleding naar de adat). Sumber: Tropenmuseum  Pensil biru.svg Wikidata: Q1131589 Museum Nasional Koleksi Stichting van Wereldculturen.

Pada foto lainnya, tampak seorang perempuan dengan pakaian pengantin Gayo lengkap. 

Mengenakan hiasan kepala, hiasan leher berupa kalung perak dengan koin-koin yang memenuhi bidang dada, gelang tangan sampai atas siku dan jari yang dipenuhi cincin.

Mengenakan pakaian warna gelap dan kain dengan motif tertentu. Pengantin wanita ini dalam posisi duduk.

Dalam keterangan di bawah foto tertulis diskripsi: Seorang pengantin muda Gayo, Sumatra bagian Utara

Nederlands   : Negatief. Een jonge Gayo bruid, Sumatera Utara

Tanggal        : voor / sebelum 1939 (in of voor)

Sumber         : Tropenmuseum  Pensil biru.svg Wikidata: Q1131589

Museum Nasional Koleksi Stichting van Wereldculturen

Tokoh Gayo di Jakarta, M Daud Gayo, mengenali pengantin pria dalam foto tersebut.

Truk Bermuatan Pakan dan Anak Ayam Terbalik di Geulanggang Baroe Bireuen, Begini Kronologinya

Biasanya Modis dengan Makeup, Wajah Asli Jaksa Pinangki yang Polos Tanpa Riasan Terungkap

Berdarah Aceh, dr Abdul Gafur bin Teungku Idris Pernah Lakukan Napak Tilas Keluarga ke Jeuram

Dalam keterangannya di Grup WA Musara Gayo Jabodetabek, Daud Gayo (82 tahun), menuliskan “Si jelas oya pakaian ni urang Gayo, ike gere salah ybs manteri Hasan gerale lahir i Bintang abange gerale Basyar ybs inilah sebenarnya Amani Mariyam  karena sdh diangkat anak manteri Hasan namamya jadi Mariyam Hasan  dan menjadi isteri AK Yakoby.” (yang jelas itu pakaian orang Gayo. Kalau tidak salah, yang bersangkutan manteri Hasan namanya, lahir di Bintang.

Abangnya  bernama Basyar, yang bersangkutan inilah sebenarnya Amani Maryam karena sudah diangkat mantra Hasan namanya jadi Maryam Hasan dan menjadi istri Ak Yakoby.”

Antropolog Belanda, C. Snouck  Hurgrounje saat menulis khusus tentang Gayo dalam buku “Het Gajoland en Zijne Bewoners” (Batavia 1903), yang diterjemahkan oleh Hatta Hasan Aman Asnah menjadi “Gayo Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20” (PN. Balai Pustaka, 1986), menyebutkan bahwa pengantin pria Gayo selain dilengkapi dengan “bulang kul” (ikat kepala/penutup kepala besar), juga dilengkapi kalung leher besar yang disebut “tangang birahmani” terbuat dari uang ringgit perak.

Snouck melukiskan “tangang birahmani” itu puluhan jumlahnya bergantungan pada leher.

Hiasan pinggang pengntin berupa pisau, menurut Snouck, itu disebut “pisau lapan sagi.” Adapun pakaiannya terbuat dari kain sutra dan celana atau “seruel sati.”

Wikipedia menuliskan, Tropenmuseum adalah salah satu museum terbesar di Amsterdam, dengan kapasitas delapan eksibisi permanen dan beberapa seri eksibisi temporer, termasuk karya fotografi modern dan tradisional.

Tropenmuseum dimiliki dan dijalankan oleh Royal Tropical Institute, sebuah yayasan yang mensponsori penelitian tentang budaya tropis di seluruh dunia.

Museum ini memiliki 176.000 pengunjung pada tahun 2009.

Frederick van Eeden, sekretaris Maatschappij ter bevordering van Nijverheid (Masyarakat untuk Promosi Industri) mendirikan Museum Kolonial di Haarlem pada tahun 1864, dan membukanya kepada publik pada tahun 1871.

Museum ini didirikan untuk menunjukkan kepemilikan Belanda di luar negeri dan penduduknya seperti Indonesia.

Pada tahun 1871 lembaga tersebut mulai melakukan penelitian untuk meningkatkan keuntungan yang didapatkan dari tanah-tanah koloni.

Kegiatan tersebut dilakukan antara lain untuk mengembangkan sarana peningkatan produksi biji kopi, rotan, dan parafin.

Museum ini berada di bawah pengaruh para etnolog, yang memfokuskan informasi tentang ekonomi, tata krama, dan adat istiadat penduduk.

Pada tahun 1926, museum pindah ke Amsterdam, menempati gedung yang hingga sekarang masih digunakan.

Pada saat itu museum memiliki 30.000 benda dan sejumlah besar koleksi foto.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, ruang lingkup museum berubah dari koloni Belanda ke banyak wilayah kolonial di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia.

Pada tahun 1960 dan 1970-an Ministerie van Buitenlandse Zaken (Departemen Luar Negeri) mendorong museum untuk memperluas ruang lingkup pada isu-isu sosial seperti kemiskinan dan kelaparan.

Akan Dijual Buat Biaya Kuliah dan Hidup, Sapi Bunting Malah Ditembak Mati Oleh Polisi

Persiraja Hadapi PSM Makassar di Pembuka

Peneliti Australia Sebut Jokowi Belum Mencerminkan Sebagai Presiden, Masih di Level Wali Kota

Pada awal 1970-an sebuah sayap baru untuk anak-anak telah ditambahkan. Sayap ini sekarang disebut Tropenmuseum Junior.

Museum ini menyimpan 175.000 buah benda, 155.000 lembar foto, dan 10.000 lembar aneka gambar, lukisan, dan dokumen.

Sebanyak 15.000 objek di antaranya adalah warisan dari museum etnografi yang merupakan bagian dari Artis, Amsterdam.

Wilayah geografis dari objek-objek tersebut cukup banyak, seperti Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat & Afrika Utara, Sub-Sahara Afrika, Amerika Latin dan Karibia.

Museum juga memiliki beberapa koleksi yang berada di luar lingkup Tropenmuseum, seperti koleksi dari China, Jepang, Korea, dan Eropa.

Koleksi fotografi terutama terdiri dari foto-foto sejarah dari koloni Belanda yang berasal dari tahun 1855 hingga 1940.

Tropenmuseum telah merilis sejumlah besar foto di bawah lisensi Creative Commons ke Wikimedia Commons.

Tropenmuseum juga menyimpan koleksi pertunjukan. Koleksi tersebut berupa 5.500 alat musik serta berbagai benda teater lainnya seperti topeng dan boneka (wayang).

Museum juga memiliki 21.000 artefak tekstil, yang mayoritas berasal dari Indonesia.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved