Breaking News

Berita Luar Negeri

Banyak Belajar dari Indonesia, Protes Mahasiswa Thailand untuk Demokrasi Terus Menguat

Anak-anak muda Thailand yang melakukan demontrasi banyak belajar dari aksi-aksi pemuda di kawasan, termasuk Indonesia.

Editor: Taufik Hidayat
Anadolu Agency
Demontrasi di Thailand 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Koalisi pemuda Thailand, mahasiswa dan aktivis politik telah melancarkan serangkaian protes sejak pertengahan Juli 2020 yang menjadi aksi protes jalanan terbesar di negara itu sejak kudeta enam tahun lalu.

Gerakan anti pemerintah yang menyebar ke berbagai wilayah ini mendesak Perdana Menteri Prayut Chan o-cha mundur.

Demonstran juga menuntut pembubaran parlemen dan kebebasan mengkritik pemerintah.

Aksi demonstrasi pemerintah pun kini merembet dengan menyentuh sakralitas raja. Pekan lalu, sekitar 4.000 demonstran turun ke jalan di Bangkok dan membacakan daftar tuntutan untuk kerajaan termasuk reformasi hukum "lese majeste" yang melindungi Raja dari kritik.

Prayut diketahui merupakan mantan kepala militer yang mengkudeta pemerintahan pada 2014.

Problem konstitusi

Pengamat politik Thailand Noi Thamsathien menyatakan aksi demonstrasi terjadi karena pemerintahan Prayuth masih dipandang sebagai kelanjutan kekuasaan militer yang naik melalui kudeta.

“Militer telah mencetuskan beberapa inisiatif yang pada dasarnya mengubah sistem politik sedemikian rupa sehingga membuat posisi Thailand jauh dari demokrasi,” kata dia kepada Anadolu Agency pada Selasa.

Thamsathien juga mengatakan Prayut merancang konstitusi selama menjabat kepala pemerintahan junta militer yang memungkinkan bertahannya kekuasaan militer, salah satunya menunjuk para senator di parlemen.

“Itu membuat partai yang berkuasa memenangkan apa saja yang mereka inginkan di parlemen,” ucap dia.

Di bawah piagam 2016, 250 senat yang ditunjuk oleh rezim untuk menjalani masa jabatan lima tahun. Tugas pertamanya adalah duduk bersama dengan dewan perwakilan rakyat baru untuk memilih perdana menteri baru.

Mei 2019 lalu, Raja Thailand telah menyetujui daftar 250 senator yang ditunjuk oleh junta militer. Dari jumlah itu, 66 di antaranya merupakan jenderal militer.

Prayut lewat Partai Palang Pracharat kemudian terpilih sebagai perdana menteri pada Juni 2019, yang merupakan pemilu pertama pasca kudeta 2014, setelah mengantongi 500 dari 750 suara.

Sementara Thanathorn Juangroongruangkit dari oposisi Partai Future Forward mendapatkan 244 suara.

Thamsathien juga menyampaikan tuntutan demonstran tidak lepas dari adanya ketidaksetaraan di mata hukum antara rakyat dan kelompok yang bekerja untuk pemerintah.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved