Wawancara Eksklusif
Heran, Pejabat Eselon IV Bisa Jumpai Buron Kelas Kakap
Masuknya buron kakap Djoko Tjandra ke Indonesia bukan hanya diketahui onum perwira tinggi Polri yang kini jadi tersangka
Masuknya buron kakap Djoko Tjandra ke Indonesia bukan hanya diketahui onum perwira tinggi Polri yang kini jadi tersangka, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan pengacara Anita Kolopaking, tapi sejumlah pihak lain. Seorang jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari (mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan), sudah dijaring sebagai tersangka kasus suap Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra dan diduga mengetahui keberadaan sang buron selama di Indonesia.
Komisi Kejaksaan (Komjak) RI tidak pernah mendapat kesempatan memeriksa Jaksa Pinangki. Namun, komisi tersebut sudah memeriksa mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Jan Samuel Maringka yang pernah dua kali menelepon Djoko Tjandra ketika terpidana dua tahun penjara itu berada di Malaysia seusai melakukan sejumlah urusan di Indonesia.
“Terkait kasus Djoko Tjandra, kami telah memintai keterangan sejumlah orang, termasuk mantan pejabat eselon I di Kejaksaan Agung (Jan Samuel Maringka). Sejumlah pihak lain akan kami konfirmasi termasuk atasan oknum Jaksa P yang memberi izin ke luar negeri (Jaksa Agung Muda Pembinaan), dan personel Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan serta Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta,” ujar Ketua Komjak, Dr Barita Simanjuntak SH, dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Network, di Jakarta, Jumat (4/9/2020). Berikut petikan wawancaranya:
Anda pernah menyampaikan keraguan bahwa Jaksa Pinangki tidak bekerja sendiri terkait kasus suap Djoko Tjandra. Indikasi itu diperoleh dari mana?
Oknum Jaksa P itu bukan penyidik, bukan jaksa eksekutor, dia bukan orang yang punya kewenangan dalam eksekusi. Dia bukan siapa-siapa dalam tugas dan kewenangannya. Ia hanya pejabat eselon IV tapi bisa bertemu dengan terpidana buron yang hebat, pengusaha besar. Itu kan membuat dugaan publik ada pihak lain. Bertemu Djoko Tjandra itu tidak mudah. Inilah yang melahirkan keragu-raguan publik apabila proses penyidikan tidak dilakukan secara independen dan transparan. Komjak harus menyampaikan hal itu. Jangan sampai Komjak dibilang nyaris tak terdengar atau macan ompong.
Apakah Komjak berencana untuk meminta keterangan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin?
Tentu kalau kita memutuskan untuk meminta keterangan pada Jaksa Agung harus ada alasannya. Jadi, jangan sampai kita hanya sekadar meminta keterangan tapi tidak ada dasarnya. Kalau ada indikasi mengarah pada perlunya keterangan, apakah dari sudut kebijakan atau sudut pengendalian, ya tentu relevan untuk kami minta keterangan. Begitu juga kalau ada informasi, keterangan, atau dokumen, yang kita yakin itu dikeluarkan oleh Jaksa Agung, tentu kita berkewajiban untuk mengklarifikasi.
Adakah pejabat tinggi di Kejagung yang sudah dimintai keterangan oleh Komjak?
Ada laporan kepada kami mengenai oknum pejabat di Kejaksaan Agung yang berkomunikasi dengan Djoko Tjandra melalui telepon. Kami telah minta keterangan kepada yang bersangkutan. Kelihatan ada perubahan di Kejagung. Sebelumnya, oknum Jaksa P susah dimintai keterangan, tapi kemudian mantan pejabat eselon I Kejaksaan Agung (Jaksa Agung Muda Intelijen Jan Samuel Maringka) datang memenuhi panggilan.
Kami mendapat penjelasan, benar ada operasi intelijen agar oknum Djoko Tjandra mau kembali ke Indonesia dan menjalani proses hukumnya. Ada dua kali komunikasi itu (menelepon Djoko Tjandra). Katanya itu dilakukan sebagai bagian dari tugas dari intelijen.
Dari mana Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung mendapat nomor telepon Djoko Tjandra?
Nah, inilah yang dikatakan sebagai sumber intelijen. Komjak tidak punya upaya paksa untuk mengetahui dari mana yang bersangkutan mendapat nomor telepon itu. Itu sangat tergantung kepada kerelaan kejaksaan menjaga public trust (kepercayaan masyarakat)
Kami juga mendapatkan beberapa simpul sehingga memerlukan keterangan lebih lanjut, antara lain dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, Kejaksaan tinggi (Kejati) DKI Jakarta, dan atasan dari oknum Jaksa P (maksudnya Jaksa Agung Muda Pembinaan). Jaksa Agung Muda Pembinaan, atas nama Jaksa Agung, yang memberi izin Jaksa P bolak-balik pergi ke luar negeri.
Selama mendalani kasus ini, apakah Anda dan komisioner Komjak mendapat intimidasi dan tekanan?
Sampai sekarang saya lihat belum ada. Jadi, artinya kalau sekedar ada perbedaan pandangan atau berbagai informasi saya kira itu wajar-wajar saja. Tapi, kalau sampai pada hal-hal yang bersifat tekanan saya kira masih dalam hal-hal yang wajar. (dennis)