Luar Negeri

2 Tentara Myanmar Mengaku Terlibat Pembantaian Muslim Rohingya 2017, Kubur Mereka di Kuburan Massal

Juru bicara pemerintah dan militer Myanmar tidak segera memberikan komentarnya terhadap pengakuan 2 tentaranya.

Editor: Faisal Zamzami
SERAMBI/ZAKI MUBARAK
Sebanyak 296 warga Etnis Rohingya yang terdampar di pesisir Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020) dini hari. Imigran etnis Rohingya, terdiri dari 104 orang laki-laki, 178 orang perempuan dan 14 orang anak-anak. 

SERAMBINEWS.COM, NAYPYIDAW - Dua tentara Myanmar mengaku membunuh minoritas Muslim Rohingya selama pembantaian 2017, dan saat ini dibawa ke Den Haag, kantor pusat Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Melansir Reuters pada Selasa (8/9/2020), kabar itu dilaporkan oleh New York Times, Canadian Broadcasting Corporation, dan sebuah organisasi nirlaba, Fortify Rights.

Dalam sebuah video yang direkam di Myanmar tahun ini, kedua pria mengaku membunuh puluhan penduduk desa di negara bagian Rakhine utara dan mengubur mereka di kuburan massal.

Sementara, New York Times mengatakan tidak dapat secara independen mengkonfirmasi bahwa kedua tentara itu melakukan kejahatan yang mereka akui.

Juru bicara pemerintah dan militer Myanmar tidak segera memberikan komentarnya terhadap pengakuan 2 tentaranya.

Namun, beredar kabar lainnya bahwa kedua orang tentara itu telah ditahan oleh kelompok pemberontak, Tentara Arakan, yang sekarang memerangi pasukan pemerintah Myanmar di negara bagian Rakhine.

Laporan-laporan tersebut masih menyimpan banyak tanda tanya, bagaimana tentara-tentara itu jatuh ke tangan Tentara Arakan, mengapa mereka berbicara, atau bagaimana mereka dibawa ke Den Haag dan di bawah otoritas siapa.

Aceh Barat Sediakan Rumah Bersalin Khusus, Rumah Tunggu Ibu Hamil Secara Gratis

VIDEO Poltekkes Aceh Bagikan Ribuan Masker di Lhokseumawe dan Aceh Utara

Seorang juru bicara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang berbasis di Den Haag, mengatakan pihaknya tidak menahan para pria tersebut.

 "Tidak. Laporan ini tidak benar. Kami tidak memiliki orang-orang ini dalam tahanan ICC,” kata juru bicara Fadi el Abdallah.

Payam Akhavan, seorang pengacara Kanada yang mewakili Bangladesh dalam pengajuan terhadap Myanmar di ICC, mengatakan kedua pria itu muncul di pos perbatasan meminta perlindungan pemerintah dan telah mengaku melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan warga sipil Rohingya pada 2017.

“Yang bisa saya katakan adalah kedua orang itu tidak lagi di Bangladesh,” katanya.

Juru bicara Tentara Arakan, Khine Thu Kha, mengatakan kedua pria itu adalah pembelot dan tidak ditahan sebagai tawanan perang.

Dia tidak berkomentar lebih lanjut tentang di mana para pria itu sekarang, tetapi mengatakan kelompok itu "berkomitmen untuk keadilan" bagi semua korban militer Myanmar.

Myanmar berulang kali membantah tuduhan genosida, dengan mengatakan operasi militernya pada 2017 menargetkan militan Rohingya yang menyerang pos perbatasan polisi.

ICC sedang menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan berupa deportasi paksa Rohingya ke Bangladesh, serta penganiayaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved