Luar Negeri
Dua Prajuritnya Akui Kejahatan Militer Terhadap Rohingya, Tentara Myanmar Membantah Kesaksian Mereka
Pengakuan dua prajurit tentara Myanmar yang mengatakan mereka melakukan kekejaman terhadap Muslim Rohingya pada tahun 2017 dibantah Tentara Myanmar.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM - Pengakuan dua prajurit tentara Myanmar telah melakukan kekejaman terhadap Muslim Rohingya pada tahun 2017, dibantah oleh pimpinan militer Myanmar.
"Tidak benar," kata seorang juru bicara militer, pada Rabu (9/9/2020).
Ia menyatakan bahwa pembuatan video pengakuan dua prajurit Myanmar itu atas paksaan dari Tentara Arakan (AA), kelompok pejuang kemerdekaan Rohingya.
Juru bicara militer Myanmar, Mayjen Zaw Min Tun mengatakan para pejabat telah meninjau video AA yang direkam ketika kedua prajurit itu "ditangkap dan ditahan" oleh pasukan AA, dan menyimpulkan bahwa kesaksian mereka salah.
“Ada kemungkinan mereka telah memberikan kesaksian karena didikte dan takut dibunuh oleh pasukan musuh,” ujarnya, mengutip dari RFA, Kamis (10/9/2020).
Ia menambahkan, pengakuan atas paksaan ini sangat umum dalam konflik bersenjata.
“Kami juga sudah menyelidiki pengakuan dari video AA tersebut, sehingga kami dapat secara singkat memastikan bahwa apa yang mereka nyatakan tidak benar,” tambahnya.
• Pengungsi Rohingya Mengeluh Gatal-gatal, Sakit Lambung hingga Sesak, Diduga Karena Hal Ini
• Kesaksian 2 Tentara Myanmar Soal Etnis Rohingya: Bunuh Mereka Semua! Anak-anak Maupun Dewasa
Sebelumnya, dua prajurit tentara Myanmar, Myo Win Tun dan Zaw Naing Tun diberitakan membelot menjadi pembela Rohingya.
Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, kedua tentara itu mengaku bahwa mereka diperintahkan untuk membunuh etnis Rohingya selama operasi tiga tahun lalu.
Tentara Arakan (AA), yang telah berperang selama 21 bulan dengan pasukan Myanmar di negara bagian Rakhine, mencatat pengakuan mereka bahwa tentara Myanmar mengambil bagian dalam kekerasan.
Termasuk penyiksaan, pemerkosaan massal, pembunuhan tanpa pandang bulu, dan pembakaran - yang menargetkan komunitas Rohingya di utara Rakhine negara itu.
Rekaman itu kemudian diperoleh dan dianalisis oleh kelompok Asia Tenggara Fortify Rights.
Sementara dua prajurit itu kini berada dalam tahanan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Belanda untuk pemeriksaan.
Aktivis HAM dari Fortify Rights, Nickey Diamond mengatakan bahwa, pengakuan oleh Myo Win Tun dan Zaw Naing Tun cocok dengan catatan, laporan, dan kesaksian dari para penyintas dan saksi kekejaman terhadap Rohingya.
"Setelah semua pemeriksaan, kami menyimpulkan bahwa pengakuan kedua prajurit ini kredibel, jadi pernyataan itu kami keluarkan," katanya.
• Tangis Histeris Saat Pemakaman Jenazah Gadis Rohingya di TPU Kuta Blang Lhokseumawe
• Ini Pernyataan Pihak UNHCR Terkait Terdamparnya 296 Orang Etnis Rohingya di Lhokseumawe
Pada pertengahan Agustus, dua mantan tentara muncul di perbatasan Bangladesh dan meminta perlindungan dari otoritas Bangladesh, kata Fortify Rights.
Sebagai negara pihak Statuta Roma, perjanjian yang membentuk ICC, Dhaka memberi tahu pengadilan tentang kehadiran kedua pria tersebut.
Pengadilan internasional pada November 2019 mengesahkan penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Myanmar terhadap Rohingya.
Myanmar menuntut pengembalian tentara
Juru bicara Tentara AA, Khine Thukha mengatakan kepada RFA bahwa kedua tentara itu tidak ditahan oleh pasukannya, namun melindungi mereka.
Dia juga mengatakan bahwa, AA telah bekerja sama dengan komunitas internasional untuk memastikan keadilan.
Mereka juga mengirim bukti terkait pembunuhan massal yang dilakukan oleh militer Myanmar kepada organisasi internasional yang kredibel.
Myanmar yang juga menghadapi dakwaan terkait genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), tahun lalu, dan mereka membela tindakan militer terhadap Rohingya.
• Kanada dan Belanda Akan Intervensi Kasus Rohingya di Mahkamah Internasional
• Persoalan Rohingya di Myanmar bukan Konflik Muslim vs Buddhis, Ini Faktanya
Mereka berdalih, itu terjadi selama operasi untuk menyapu Rakhine utara dari pemberontak Muslim yang telah menyerang polisi.
Juru bicara militer Zaw Min Tun mendesak masyarakat internasional untuk mengembalikan dua tentara tersebut ke Myanmar.
Sehingga pihak berwenang Myanmar dapat menyelidiki dan menuntut keduanya di negara mereka sendiri.
"Baik militer dan pemerintah telah mengumumkan penyelidikan, dan penyelidikan yang sedang berlangsung terkait konflik di negara bagian Rakhine, sehingga para prajurit ini dapat memberikan kesaksian mereka di Myanmar," katanya.
Kedua prajurit ini harus dipulangkan ke pemerintah Myanmar. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)