Luar Negeri

Ketua Parlemen Iran Kritik Keras Presiden Hassan Rouhani, Dinilai Lemah Melawan Amerika

Pemerintah Hassan Rouhani dinilai sangat lemah dalam menyikapi konfrontasi dengan musuh bebuyutan Iran, yakni Amerika Serikat.

Editor: Zaenal
IRANIAN PRESIDENCY/HANDOUT via Anadolu Agency
Presiden Iran, Hassan Rouhani berbicara tentang sanksi AS terhadap Iran setelah pertemuan kabinet di Teheran, Iran pada 20 September 2020. 

Para pejabat mengatakan bahwa Iran akan mempertimbangkan untuk mengakhiri implementasi Protokol Tambahan yang telah diterima secara sukarela di bawah perjanjian 2015 dan pengayaan uranium dapat naik ke tingkat 90.000 unit kerja terpisah (SWU).

Sementara pemerintah Rouhani, dalam upaya untuk mencegah kemungkinan konfrontasi dengan AS, telah membuka pintu negosiasi, asalkan Washington kembali ke kesepakatan nuklir dan mencabut sanksi.

Sementara parlemen Iran sangat menentang negosiasi apapun dengan AS.

Langkah terbaru oleh pemerintahan Trump, kata para ahli, dapat memprovokasi Iran untuk keluar dari kesepakatan nuklir 2015, yang berusaha keras diselamatkan oleh orang Eropa.

Dalam sebuah surat kepada Dewan Keamanan AS dan Sekretaris Jenderal PBB pada hari Minggu, utusan Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi mengatakan AS berusaha merusak kesepakatan nuklir melalui "argumen hukum semu".

Kementerian luar negeri Iran, dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, mengatakan bahwa pendekatan yang diadopsi oleh pemerintah AS "merupakan bahaya besar bagi perdamaian dan keamanan internasional serta ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada PBB dan Dewan Keamanan".

Penyelundup Senjata ke Houthi Ditangkap, Mengaku Menerima Perintah dari Iran

Kementerian lebih lanjut mengatakan bahwa tindakan AS "akan ditanggapi dengan reaksi serius dan (pemerintah AS) akan bertanggung jawab atas semua konsekuensi berbahaya dari langkah tersebut".

Spekulasi tersebar luas bahwa AS sedang mencari konfrontasi dengan Iran untuk meningkatkan peluang Donald Trump dalam pemilihan November, di mana ia menghadapi saingan demokratis Joe Biden, yang menurut beberapa ahli dapat menghidupkan kembali kesepakatan 2015 dan membuka negosiasi dengan Iran.

“Namun, masih harus dilihat siapa yang berkuasa di Iran dalam pemilihan umum tahun depan,” Mahmoud Ghaffari, seorang analis urusan strategis mengatakan kepada Anadolu Agency. "Jika kaum konservatif menggantikan kaum moderat, kemungkinan rekonsiliasi akan sangat kecil."(Anadolu Agency)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved