Kisah Rohingya
Kisah Muslim Rohingya yang Kerap Mendapat Perlakuan Buruk Militer Myanmar
Kata Rohingya diambil dari kata Rohai, yang artinya penduduk Muslim. Sejak tahun 1942, telah terjadi pembantaian dan pengusiran terhadap etnis ini.
Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Taufik Hidayat
Sejak tahun 2009, Provinsi Aceh selalu menjadi tempat terdamparnya para manusia perahu tersebut, tujuan utama mereka adalah ingin menuju ke Negara Malaysia.
Namun karena susahnya untuk masuk ke Negara Jiran itu, sehingga mereka terkantung-kantung di perairan Selat Malaka, sehingga terdampar ke perairan Provinsi Aceh.
Secara geografis, Aceh memang berbatasan dengan Selat Malaka.
Pada Juni 2020, sebanyak 99 Migran Rohingya berada di atas kapal KM Nelayan 2017.811 milik nelayan Indonesia di pesisir Pantai Seunuddon, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara.
Mereka ditolong oleh nelayan setempat karena kapal yang ditumpanginya telah rusak.
Selang beberapa bulan setelah itu, tepatnya pada September 2020, sebanyak 296 Imigran asal Myanmar etnis Rohingya terdampar di Perairan Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
Kini mereka semua telah ditampung di gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.
Kala Serambinews.com, menjumpai salah seorang etnis Rohingya yang ditampung di Gedung BLK Lhokseumawe, yang bernama Ziabur Rahman (33) Rohingya gelombang pertama, Kamis (24/9/2020) dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana kekejaman dan peristiwa pembantaian di negaranya.
Pembantaian tersebut berada di banyak-banyak desa, sehingga membuat sebagian besar para Etnis Rohingya meninggalkan tanah kelahirannya, untuk menyelamatkan diri agar tidak dibantai.
“Saya tidak sanggup membayangkan tentang pembantaian disana dan saya pusing untuk menjelaskannya, karena sangat mengerikan sekali. Banyak sekali desa-desa yang dibakar, pokoknya sangat mengerikan sekali,” ujar Ziabur.
Dirinya sempat terombang-ambing selama empat bulan di kapal, ketika belum terdampar di perairan Aceh. Sehingga segala kebutuhan logistik sangat terbatas, kondisi kapalnya juga sangat tidak memadai.
Ketika dalam perjalanan tersebut, dirinya bersama para mmigran Rohingya yang lainnya terpaksa harus minum air laut, karena ketersediaan air minum sudah habis sama sekali. Bahkan sebagian ada yang meninggal dunia.
“Karena sering minum air laut, maka sebagian teman-teman kami mengalami sesak nafas karena terlalu banyak minum air asin, selama berada di kapal memang semua logistik menjadi terbatas,” terang Ziabur Rahman.(*)
• Donny van de Beek Akhirnya Pilih Manchester United, Ian Wright: Seharusnya Gabung ke Arsenal
• Usai Pulih dari Cedera Panjang, Marc Marquez Diyakini Bakal Lebih Kuat dari Sebelumnya
• Janda Bolong, Tanaman Hias Sultan dengan Harga Selangit, Ada yang Sampai Ratusan Juta