Luar Negeri
Demonstrasi Tuntut Mundur Presiden Mesir Abdel Fattah El Sisi, 1 Orang Tewas
Pengunjuk rasa di Mesir yang menuntut presiden mereka, Abdel Fattah El Sisi untuk mundur pada Jumat (25/9/2020), terlibat bentrokan dengan aparat.
Demonstrasi anti-pemerintah itu dipicu oleh keputusan El Sisi yang menghancurkan apa yang disebutnyna konstruksi ilegal di seluruh Mesir.
Banyak yang terkena dampak menampung beberapa komunitas termiskin negara itu, banyak yang menderita karena perekonomian yang terpuruk diperparah dengan aturan batasan di tengah pandemi virus corona.
Demonstrasi juga pernah terjadi sebelumnya setelah gerakan protes yang digalakan Ali, menuduh pemerintah telah membuang-buang uang untuk proyek-proyek konstruksi mewah.
Protes serupa pada tahun lalu memicu tindakan represif dan Amnesty International melaporkan sedikitnya 4.000 orang ditangkap.
Padahal selama ini protes sangat jarang terjadi di Mesir karena di bawah pemerintahan El Sisi, demonstrasi tidak sah dilarang.
• 5 Manfaat Rutin Minum Air Rebusan Daun Pandan Tiap Hari, Khasiatnya Luar Biasa
• 5 Cara Mudah Menghilangkan Bintil-bintil Putih di Kulit Wajah, Lakukan Tips Ini
El Sisi sendiri telah mengambil alih kekuasaan pada tahun 2013 lalu setelah militer menggulingkan Presiden Mohamed Morsi.
Jelang protes hari Jumat kemarin, Ali meminta rakyat Mesir untuk turun ke jalan lagi dalam video yang diunggah di Facebook, Ali mengatakan, "Ini kesempatan kita untuk membebaskan negara kita."
Dalia Fahmy, profesor ilmu politik di Universitas Long Island yang berbasis di Amerika Serikat, mengatakan kesengsaraan ekonomi adalah faktor utama dalam protes yang sedang berlangsung.
Sekitar 70 persen dari 98 juta penduduk Mesir hidup di ambang atau bahkan di bawah garis kemiskinan.
Menurut Fahmy, "Kondisi itu tidak dapat dipertahankan, ditambah dengan masalah sosial dan politik, orang-orang yang ditangkap dengan tuduhan terorisme hanya karena melakukan protes di jalan."
Pekan ini misalnya, ketika protes kecil tersebar di sebagian besar provinsi miskin dan wilayah pedesaan, aparat bertindak keras dan menahan setidaknya 150 orang dengan menuduh mereka anggota organisasi 'teroris', menyebarkan berita hoaks dan menyalahgunakan media sosial.
Khaled Ali yang bekerja sebagai pengacara para tahanan mengungkap itu semua di unggahan facebook.
Menurut Belady Center for Rights and Freedoms di Facebook, dari para tahanan itu ada 14 anak di bawah umur dengan yang paling muda berusia 14 tahun.
Sementara menurut AP mengutip pejabat keamanan yang enggan disebut namanya mengatakan setidaknya 10 orang ditangkap di desa Shata, Damietta dan 4 lainnya ditangkap di kota selatan Luxor.
Menanggapi hal itu, Kementerian Dalam Negeri Mesir masih belum terbuka mengakui adanya penangkapan.