Berita Aceh Selatan
Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Aliansi Mahasiswa Aceh Selatan Berorasi di Gedung DPRK
Di Gedung DPRK Aceh Selatan, para masiswa ini menyampaikan orasi secara bergiliran.
Penulis: Taufik Zass | Editor: Mursal Ismail
Di Gedung DPRK Aceh Selatan, para masiswa ini menyampaikan orasi secara bergiliran.
Laporan Taufik Zass | Aceh Selatan
SERAMBINEWS.COM, TAPAKTUAN - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Aceh Selatan melakukan aksi unjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja ke Gedung DPRK setempat, Kamis (8/10/2020).
Seperti diketahui, salah satu poin dalam UU Cipta Kerja ini adalah pengangkatan seorang pekerja untuk menjadi karyawan tetap tak lagi dibatasi waktu masa kontrak kerja.
Mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Aceh Selatan ini awalnya berkumpul di Sentral Kuliner Perikanan Aceh Selatan di Kompleks Reklamasi Pantai Tapaktuan.
Dengan pengawalan dari personel Polisi dibantu TNI dan Satpol PP, mahasiswa ini bertolak ke Gedung DPRK Aceh Selatan.
Di Gedung DPRK Aceh Selatan, para masiswa ini menyampaikan orasi secara bergiliran.
Mereka mengaku kecewa dan menolak tegas atas pengesahan UU Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020.
• Jarak dari Irigasi hanya 400 Meter, Puluhan Hektare Sawah Ditelantarkan, Ini Kata Keuchik
• Bacaan Niat & Doa Shalat Hajat Agar Harapanmu Dikabulkan Allah SWT, Bisa Dikerjakan Kapan Saja
• Manfaat Konsumsi Satu Sendok Makan Madu Sebelum Tidur, Salah Satunya Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Seperti diketahui, buruh, mahasiswa, dan sejumlah masyarakat mengaku kecewa dan marah atas pengesahan UU Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020.
Sidang paripurna pengesahan UU tersebut dimajukan, dari jadwal semula digelar 8 Oktober 2020.
Sebagaimana diberitakan, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) akan menggelar demo secara nasional pada Kamis (8/10/2020) hari ini.
Demo yang akan digelar aliansi BEM SI tersebut terkait disahkanya RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
RUU kontroversional itu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menjadi Undang-Undang, Senin (5/10/2020).
Pengesahan itu disetujui oleh tujuh fraksi, yang mayoritas pendukung pemerintahan Joko Widodo.