Ombudsman Minta Pemerintah Tampung Semua Aspirasi

Pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna oleh DPR RI Senin (5/10/2020) lalu, menimbulkan penolakan

Editor: bakri
For Serambinews.com
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh, Dr H Taqwaddin Husin SH SE MS. 

* Terkait Demo Tolak UU Cipta Kerja

BANDA ACEH - Pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna oleh DPR RI Senin (5/10/2020) lalu, menimbulkan penolakan luar biasa dari kalangan mahasiswa dan para buruh di Indonesia.

Di Aceh sendiri, dalam tiga hari terakhir, ratusan hingga ribuan mahasiswa turun ke jalan dan melakukan aksi di gedung DPRA ,di Banda Aceh, dan juga di gedung-gedung parlemen kabupaten/kota.

Menyikapi maraknya demo di berbagai daerah, termasuk di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Aceh, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Aceh meminta pemerinrah untuk menampung semua aspirasi yang disampaikan para demonstran.

"Saya menyarankan kepada semua Pimpinan DPRK dan Pimpinan DPRA serta para kepala daerah agar menerima aspirasi para pendemo dan menampung semua aspirasi yang disampaikan," kata Kepala ORI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin,  Sabtu (10/10/2020).

Dikatakan, hak atas demo adalah tindakan legal yang dibolehkan, sepanjang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan hukum dan tidak anarkis. "Apalagi demontrasi ini dilakukan sebagai bagian dari perjuangan bersama untuk melindungi kaum pekerja. Sehingga, menurut saya menampung aspirasi para mahasiswa hal yang mesti dilakukan oleh pihak legislatif maupun eksekutif di Aceh," katanya.

Terkait polemik UU tersebut, secara yuridis formal, cara untuk mengetahui alasan dibentuknya suatu undang-undang, masyarakat dapat mencermati konsideran menimbang dalam UU tersebut. Terkait dengan alasan mengapa dibentuknya UU tentang Cipta Kerja, yang dikenal dengan Omnibus Law, katanya, dinyatakan dalam konsideran menimbangnya.

Antara lain, lanjutnya, adalah bahwa upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja dilakukan melalui  perubahan unndang-undang sektoral yang belum mendukung terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta kerja.

"Sehingga diperlukan terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam beberapa undang-undang ke dalam satu Undang-Undang secara komprehensif," katanya.

Mencermati konsideran itu, secara tekstual (law in book) spirit dibentuknya UU Cipta Kerja, katanya, dalam rangka terwujudnya sinkronisasi dan harmonisasi hukum agar memudahkan iklim usaha, baik UMKM maupun investasi serta peningkatan perlindungan pekerja. "Masalahnya adalah apakah filosofi yang tertera dalam konsideran menimbang tersebut dijabarkan dalam berbagai ketentuannya," ujarnya Taqwaddin lagi.

Jika mencermati tujuan UU ini sebagaimana diatur dalam pasal 3, adalah untuk menciptakan lapangan kerja dan melindungi para pekerja. "Namanya saja UU Cipta Kerja, tentu fokusnya pada upaya membuka lapangan kerja dengan cara memberikan berbagai kemudahan, termasuk sektor perizinan dan lainnya," katanya.

Masalahnya jika pengaturan kemudahan ini dibuka kran selebarnya bagi investasi asing dan juga bagi pekerja asing, ini tentu akan menimbulkan shock culture bagi pekerja lokal sehingga mengakibatkan resah gelisah. "Keresahan inilah yang memantik solidaritas munculnya demo dimana-mana. Bagaimana wujud implementasinya ke depan? Saya belum tahu karena memang belum dilaksanakan," pungkas Dr Taqwaddin.(dan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved