Breaking News

Aceh Akan Hadapi Tekanan Berlapis

Pemerintah Aceh akan menghadapi tekanan berlapis. Di satu pihak akibat semakin parahnya serangan Covid-19

Editor: hasyim
IST
AZWAR ABUBAKAR Mantan Menpan RB 

* Dampak Covid-19 Makin Mencekam

BANDA ACEH - Pemerintah Aceh akan menghadapi tekanan berlapis. Di satu pihak akibat semakin parahnya serangan Covid-19, di pihak lain akibat tata kelola anggaran daerah yang dibayangi konflik antara pihak legislatif dengan eksekutif.

“Kedua masalah itu sangat mencuat ke permukaan dan lebih jauh sangat terasa mempengaruhi suasana internal politik di daerah,” kata Dr Ir Azwar Abubakar MM, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), ketika berkunjung ke Kantor Serambi Indonesia, pekan lalu.

Azwar mengemukakan hal itu sebagai wujud keprihatinannya memperhatikan situasi Aceh saat ini yang disebutnya sangat mengkhawatirkan. “Harus ada sikap kebersamaan untuk mengatasi masalah-masalah yang sangat serius ini,” ujar Azwar sembari menggambar panjang lebar masalah-masalah yang sedang dihadapi Aceh sekarang.

Pandemi yang terjadi ini, kata dia, makin mencekam dan cukup membuat semua pihak terpuruk. Pada awal paparan Covid-19, memang benar Aceh kelihatannya telah bekerja baik. “Bahkan Jakarta memuji keberhasilan Aceh waktu itu. Tapi apa yang terjadi kemudiannya? Prestasi yang pernah dicapai, seakan-akan telah pupus,” ujar mantan Gubernur Aceh itu.

Hingga Rabu (29/9/2020) saat Azwar berkunjung kala itu, jumlah kasus positif di Aceh sudah mencapai 4.552 orang. Yaitu, 1.637 pasien dirawat di rumah sakit, 2.739 dinyatakan sembuh, dan 176 orang meninggal dunia.

Namun Azwar mengakui, saat ini Pemerintah Aceh memang terus melakukan berbagai langkah untuk mengendalikan  serangan virus. Tapi ternyata kondisi pandemi di Aceh makin memburuk. “Ini tentu menjadi perhatian banyak kalangan. Bahkan belum lama ini Presiden Jokowi mengutus Kepala BNPB, Doni Monardo, ke Aceh untuk membantu penanganannya,” ujar Azwar.

Lebih jauh, mantan Menpan RB itu melihat adanya tekanan serius pada lapis berikutnya yang akan dihadapi Aceh. Bahwa ke depan ini, Aceh akan mengalami paceklik berat. Kesulitan anggaran akan menimpa Aceh. Semua pihak akan sangat bergantung pada APBA. Sementara proses politik untuk kelahiran APBA penuh masalah. “Dana pusat akan berkurang, sementara 'ketuk palu' untuk APBA terhambat oleh kemelut politik internal,” ujar Azwar.

Tekanan berlapis yang berlangsung simultan itu, katanya, bukanlah masalah sederhana. Implikasinya bisa meluas ke berbagai sektor lain, mencakup politik, ekonomi dan sosial budaya.

                                                                                                            Filosofi Nabi Yusuf

Aceh yang saat ini masih bertopang pada APBA, lanjut Azwar, seharusnya membuat pemerintah segera mencari cara agar anggaran yang saban tahun dikucurkan oleh pusat bisa menjadi sumber utama di saat paceklik anggaran atau kondisi darurat yang tak terkendalikan.

"Hari ini pendapatan kita sekitar Rp 17 triliun. Kita tentu berharap ada lagi ke depan. Pendapatan kita semua dari Jakarta, DAK, DAU, Otsus, bahkan PAD sebagian berasal dari situ karena adanya proyek-proyek dari sumber tersebut. Kalau kita buat perkiraan sementara, tahun depan APBA kita akan berkurang drastis, menjadi antara Rp 11 sampai Rp 12 triliun," ungkap Azwar.

Kenyataan itulah yang dinamakan Azwar sebagai tekanan berlapis yang dihadapi Aceh. Langkah-langkah serius harus diambil. Komposisi biaya rutin dalam APBA mendatang, misalnya, harus ditekan sebisanya. Apa lagi biaya rutin selama ini cenderung gemuk.

“Alokasi anggaran jangan sekadar untuk dihabiskan. Tapi alokasinya harus  diperiksa detail, ke mana saja bisa digunakan agar berdampak bagi masyarakat. Harus tercapai key performance indeks atau indikator kinerja kunci (KPI). Mana yang bermanfaat dan berdampak ganda. Ini harus dianalisis secara cerdas," tekan Azwar Abubabakar.

Terkait langkah penghematan ini, Azwar mengingatkan pada filosofi Nabi Yusuf yang mentakwilkan mimpi Raja Mesir. Yaitu tentang 7 ekor sapi kurus memakan 7 ekor sapi gemuk. Lalu, Nabi Yusuf kemudian menakwilkan mimpi tersebut, yaitu; selama tujuh tahun ke depan musim subur (surplus). Namun, tujuh tahun berikutnya terjadi kemarau (minus).

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved