Berita Lhokseumawe
Jika Tak Mampu Jaga Lingkungan, Walhi Aceh Minta Gubernur Aceh Bekukan Izin PLTMG Arun
WALHI Aceh meminta kepada Gubernur Aceh untuk membekukan izin lingkungan PLTMG Arun jika tidak mampu menjalankan kegiatan sesuai kaidah lingkungan.
Penulis: Jafaruddin | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Jafaruddin | Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh meminta kepada Gubernur Aceh untuk membekukan izin lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun jika tidak mampu menjalankan kegiatan sesuai kaidah lingkungan oleh PT Sewatama.
Untuk diketahui warga Desa Meuria Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, pada Selasa (13/10/2020) pagi, berdemo di depan PLTMG 2 Arun yang merupakan perusahaan yang ada di lingkungan desa mereka.
Aksi ini untuk memprotes dugaan kebisingan dan getaran yang mereka rasakan, akibat mesin PLTMG 2 Arun.
“Sampai hari ini masyarakat Gampong Meuria Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe dan yang berada di sekitar PLTMG masih mengeluh dan melayangkan protes akibat suara bising dan getaran dampak produksi energi PLTMG,” ujar DirekturWALHI Aceh, Muhammad Nurdalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Selasa (13/10/2020).
Menurut M Nur, dampak negatif ini membuat warga tidak nyaman dan telah mengganggu kesehatan, tentunya kondisi tersebut tidak sesuai dengan komitmen dalam analisi mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
Untuk itu, sebelum terjadi konflik yang meluas, Pemerintah Aceh harus mengambil sikap tegas dengan membekukan izin lingkungan dan menghentikan kegiatan operasi produksi sampai ada perbaikan lingkungan yang terdampak selama ini.
WALHI Aceh tidak anti-investasi, tapi pola investasi yang tidak sesuai kaidah lingkungan harus dikritisi, terlebih sudah menjadi persoalan bagi masyarakat sekitar.
Pemerintah Aceh melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh harus melakukan evaluasi dan audit lingkungan atas keluhan masyarakat.
Jika ditemukan kerugian lingkungan dan pelaksanaan kegiatan di luar ketentuan AMDAL, maka perusahaan wajib ganti rugi, baik terhadap lingkungan maupun masyarakat terdampak.
Dalam sidang Komisi Penilaian AMDAL (KPA) Aceh tanggal 13 Desember 2016, WALHI Aceh sudah mengkritisi dan meminta untuk memperhatikan dengan serius terkait dampak terhadap masyarakat, dan apa yang menjadi prediksi WALHI Aceh sebelumnya terjadi hari ini.
Dalam dokumen AMDAL disebutkan terkait dampak peningkatan kebisingan dari operasional mesin akan dilakukan pendekatan teknologi, seperti melakukan operasional mesin menggunakan system silent dan tertutup.
Selain itu, melakukan pemagaran lokasi operasional mesin dengan ketinggian yang sesuai untuk meminimumkan pengaruh kebisingan, dan menanam tanaman penghijauan sebagai peredam kebisingan.
Sedangkan pendekatan sosial ekonomi dilakukan; membuka akses data dan informasi serta menampung pengaduan masyarakat, dan melakukan tanggapan terhadap saran, masukan, dan pengaduan masyarakat dengan cepat dan tepat. Terkait dampak getaran yang juga dikeluhkan oleh masyarakat.
“WALHI Aceh tidak menemukan secara khusus bagaimana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dalam AMDAL mereka. Tentunya apa yang diuraikan dalam AMDAL menjadi basis data untuk dilakukan evaluasi,” pungkas M Nur.(*)
Baca juga: Elkan Baggott Sebut Ketahanan Fisik Biang Kelemahan Timnas U-19
Baca juga: Hero MotoCorp Luncurkan Motor Retro Glamour Blaze, Dibandrol Rp 14 Jutaan
Baca juga: Persiraja Apresiasi Keputusan PSSI, Liga 1 Bergulir pada November
Baca juga: PSSI dan PT LIB Respon Ultimatum Persiraja, Dek Gam: Kami Siap Lanjutkan Kompetisi
Baca juga: Aceh Tengah Sambut Program Kotaku, untuk Pengentasan Kawasan Kumuh