Emak-emak Demo PLTMG Arun, Mesin Listrik Timbulkan Kebisingan dan Getaran
Warga Desa Meuria Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, yang didominasi emak-emak, Selasa (13/10/2020) pagi, berdemo
LHOKSEUMAWE - Warga Desa Meuria Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, yang didominasi emak-emak, Selasa (13/10/2020) pagi, berdemo di depan pintu gerbang Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLMTG) 2 Arun. Aksi itu sebagai bentuk protes mereka yang tahan lagi terhadap kebisingan dan getaran dari mesin listrik milik perusahaan yang berada di lingkungan desa tersebut.
Amatan Serambi, kemarin, warga memulai aksi sekitar pukul 09.00 WIB. Dalam unjuk rasa yang mendapat pengawalan ketat dari polisi, mereka membawa sejumlah poster. Setelah berorasi sekitar satu jam, perwakilan warga diberikan kesempatan beraudiensi dengan pihak PLMTG 2. Audiensi itu turut dihadiri Ketua DPRK Lhokseumawe, Ismail A Manaf, bersama sejumlah anggota dewan setempat. Selama audiensi berlangsung, massa tetap bertahan di depan pintu gerbang perusahaan tersebut.
Sementara dalam audiensi tersebut, seorang perwakilan warga membacakan tujuh tuntutan dan mereka berharap itu menjadi kesepakatan bersama. Pertama, Masyarakat Meuria Paloh memohon dihentikan sementara pengoperasian pabrik PLTMG Arun 2 karena kebisingan yang muncul dari mesin perusahaan itu mengganggu masyarakat/lingkungan Meuria Paloh. Kedua, Kebisingan dan getaran dari mesin PLTMG Arun 2 menimbulkan ketidaknyamanan warga, mengganggu kesehatan, dan mengancam generasi masa depan (terganggu fisik dan mental serta gangguan organ tubuh bayi dan masyarakat lanjut usia).
Ketiga, Mendesak pemerintah daerah dan Gubernur Aceh untuk mencabut izin operasional PLTMG Arun 2 karena dianggap gagal dalam penerapan amdal (mengabaikan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan Permendagri Nomor 48 Tahun 2002). Keempat, Menuntut PLTMG Arun 2 membayar ganti rugi terhadap rumah warga yang retak dan rusak akibat getaran yang ditimbulkan oleh mesin listrik perusahaan tersebut.
Kelima, Mendesak PLTMG Arun 2 memberikan kompensasi sosial masa panik akibat kebisingan dari mesin pabrik serta merehab ganguan fisik dan sosial masyarakat atau lingkungan. Keenam, PLTMG Arun 2 diharapkan membebaskan perumahan warga agar menempati perkampungan baru untuk mendapat kenyamanan hidup. Ketujuh, Masyrakat mengharapkan bantuan dari Walhi dan NGO HAM untuk mengawasi dan memediasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Setelah melalui musyawarah yang panjang, sekitar pukul 13.30 dicapai kesepakatan bersama yang berisi empat poin. Kesepakatan itu ditandatangani oleh perwakilan masyarakat Meuria Paloh, PLN PLTMG Arun 2, PT Sewatama, serta perwakilan perangkat desa dan Pemko Lhokseumawe.
Adapun isi kesepakatan adalah: Pertama, Masyarakat Meuria Paloh memohon dihentikan sementara pengoperasian PLTMG Arun 2 karena kebisingan dari mesin listrik perusahaan itumengganggu masyarakat/lingkungan Meuria Paloh dengan meminta PLTMG 2 mengoperasikan mesin yang tidak menimbulkan kebisingan.
Kedua, Mendesak pemerintah daerah dan Gubernur Aceh mencabut izin operasional PLTMG Arun 2 karena dianggap gagal dalam penerapan amdal (mengabaikan lingkungan hidup mengabaikan Permen-LH Nomor 48 Tahun 1996), jika di kemudian hari diketahui tidak sesuai dengan rekomendasi dari DLH (dinas lingkungan hidup).
Ketiga, Terdapat dampak lingkungan. Salah satunya kebisingan dan menimbulkan keretakan pada rumah warga. Untuk itu, warga meminta ganti rugi sebagai kompensasi dari PLTMG Arun 2 setelah adanya hasil investigasi. Keempat, PLTMG Arun 2 diharapkan membebaskan perumahan warga agar menempati perkampungan baru untuk mendapatkan kenyamanan hidup, jika di kemudian hari diketahui tidak sesuai dengan rekomendasi DLH.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu, Pj Keuchik Meuia Paloh, Heri Safriadi, menyebutkan, keluhan warga terkait kebisingan dan getaran yang disebabkan oleh mesin pembangkit listrik perusahaan itu sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. "Mesin listrik mulai hidup sekitar pukul enam sore hingga malam hari. Jadi, dalam rentang waktu itu warga merasakan kebisingan dan rumah mereka bergetar. Jadi, sangat mengganggu kenyamanan ratusan warga kami yang tinggal di dua dusun," ujar Heri.
Terkait kondisi itu, tambah Heri, pada Juli 2020 lalu, pihaknya sudah menyurati PT Sumberdaya Sewatama selaku pengelola PLMTG Arun 2 dan Ketua DPRK Lhokseumawe. Namun, hingga warga melakukan unjuk rasa belum ada juga solusi yang kongkrit.
DLH Surati PLN
Menanggapi tuntutan warga Meuria Paloh dalam aksi kemarin, Dinas Lingkungan Hidup (DLK) Lhokseumawe, Selasa (13/10/2020), menyurati PT PLN Unit Induk Pembangunan Sumatera Bagian Utara. Kepala DLH Lhokseumawe, Dedi Irfansyah, menyebutkan, surat itu merupakan lanjutan dari pengaduan masyarakat Meuria Paloh terkait kebisingan dan getaran yang muncul dari mesin listrik milik PLTMG Arun 2.
Menurut Dedi, beberapa hari lalu PLTMG Arun 2 sudah menyampaikan Rencana Pemantuan Lingkungan Hidup dan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) semester 1 tahun 2020. Namun, sambungnya, laporan itu tidak mengakomodir tuntutan masyarakat Meuria Paloh, karena mereka tidak melakukan analisa terhadap parameter getaran.
Mengacu pada hal tersebut, kata Dedi, pihaknya dalam waktu dekat akan menunjuk laboratorium rujukan untuk mengambil sampel dan menganalisa kebisingan dan getaran yang muncul dari kegiatan di PLTMG Arun 2. "Sehingga nanti diketahui tingkat kebisingan dan getaran yang muncul dari aktivitas di PLTMG 2 Arun," pungkas Dedi Irfansyah. (bah)
