Berita Banda Aceh
Hiswana Migas Aceh: Program Stickering Harusnya Jadi Pilot Project Bagi Provinsi Lain, Hanya Saja?
Bendahara Umum DPC Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Aceh, Nahrawi Noerdin, menilai program stickering yang terda[at pada...
Penulis: Misran Asri | Editor: Jalimin
Laporan Misran Asri | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Bendahara Umum DPC Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Aceh, Nahrawi Noerdin, menilai program stickering yang terda[at pada mobil-mobil pengguna BBM bersubsidi di Aceh sebenarnya secara substantif tujuannya baik.
Bahkan stickering itu patut disebut sebagai program brilian Pemerintah Aceh yang dapat menjadi pilot project bagi Provinsi lain di Indonesia. Bila program stickering itu didesain secara sempurna tentu pamor Aceh akan terangkat ke tingkat nasional.
“Tujuannya baik, yakni mendorong penyaluran BBM bersubsidi di Aceh menjadi tepat sasaran. Lalu dari program tersebut memastikan BBM subsidi hanya boleh dipakai oleh kendaraan-kendaraan yang memang diperbolehkan sesuai ketentuan. Bukan pada kendaraan-kendaraan spesifikasi tinggi,” kata Awi, sapaan akrab Nahrawi Noerdin membagi pandangannya terkait program stickering, kepada Serambinews.com, Selasa (20/10/2020).
Ia pun menyarankan alangkah baik dan bijaknya kalau anggaran subsidi untuk BBM tersebut dapat dikurangi dan dialihkan untuk program-program yang lebih menyentuh masyarakat, misalnya pemberdayaan ekonomi rakyat, daripada uang itu dibakar di ujung knalpot para pemilik mobil yang tidak berhak.
“Bukankah anggaran subsidi itu lebih baik kalau digunakan untuk program pengentasan kemiskinan?” tanya Direktur PT Pasha Jaya ini.
Lalu mengapa program tersebut mendapat protes, bahkan sampai ada yang membawa ke ranah hukum?
Kemudian kenapa kebanyakan pemilik mobil di Aceh menolak kebijakan itu? Apakah benar rakyat Aceh tidak menginginkan program stickering itu atau di sisi lain tidak memahami tujuan baik dibalik program tersebut?
“Hal yang harus dipahami dan setidaknya ada satu penyebab yang paling menonjol dari kegagalan program stickering itu, yaitu masalah desain bahasa yang tertulis di sticker BBM bersubsidi itu. Kalau secara teknis, sticker yang ditempelkan pada mobil pengguna BBM bersubsidi sangat tidak memenuhi nilai-nilai etika dan estetika,” sebut Awi.
Desainnya dinilai sangat buruk, sehingga mobil apapun yg ditempeli sticker itu akan ternodai dan downgrade nilai estetiknya. Bukankah secara psikologis mobil adalah barang mahal yg disayangi pemiliknya, terang Awi.
Tapi, di saat didesain buruk ini masih dilengkapi dengan kata-kata yang menjurus kasar dan cenderung menghina, sehingga terkesan kata-kata di dua stiker BBM bersubsidi itu disusun dalam suasana hati penuh kemarahan dan kebencian.
“Didesain buruk dengan kata-kata yang buruk sudah cukup membuat program ini kurang mendapat simpati dan menuai kontoversi di tengah-tengah masyarakat,” sebutnya.
Meskipun bagi kalangan pengusaha SPBU pembatalan program ini justru lebih menguntungkan dari sisi profitnya.
“Tapi dari sisi kepentingan Aceh yang lebih besar kami menyayangkan program ini terlalu dini dibatalkan sebelum melalui evaluasi yang menyeluruh,” terang Awi.
Harusnya dievaluasi dulu plus minusnya, sehingga membuka peluang ada perbaikan dalam teknis pelaksanaannya di lapangan, sehingga tidak menjadi kontroversi.