Breaking News

Haba Aneuk

Menyuluh ke Tiap Pintu

Mereka merasa harus memaksimalkan program Belajar Dari Rumah (BDR) yang dicetuskan pemerintah, salah satunya dengan menerapkan kunjungan kerumah-rumah

Editor: IKL
Haba Aneuk | Veskadinda
Menyuluh ke Tiap Pintu 

“Kunjungan semacam ini ditetapkan pihak sekolah bisa berlangsung seminggu sekali, atau sebulan dua kali, tapi lebih mudah dilakukan untuk siswa di sekitaran Banda Aceh,” ujar Mawardi.

Baca juga: Kisah Siswa di Balik Belajar Daring

Hal serupa diceritakan Aisyah, guru di SLB Yayasan Bunda Syaifullah Meutuah (YBSM) yang terletak di Lamjabat, Kecamatan Meuraxa. Mengaku sempat gamang saat pertama kali dihadapkan pada kondisi pandemi, kata dia, segenap tenaga didik lalu segera berembuk.

Mereka merasa harus memaksimalkan program Belajar Dari Rumah (BDR) yang dicetuskan pemerintah, salah satunya dengan menerapkan kunjungan ke rumah-rumah.

Ia mengamati, pengalihan aktivitas belajar mengajar ini memang tidak berjalan mulus seperti yang dibayangkan. Ketika kegiatan tatap muka ditiadakan, bakal banyak tantangan terutama bagi anak berkebutuhan khusus. Kata Aisyah, saat kondisi normal saja siswa difabel sudah memerlukan penanganan khusus, apalagi ketika pandemi seperti sekarang.

Karena itu, para guru menganggap penting sekali berdiskusi dengan wali murid. “Awalnya kami membuat grup WhatsApp untuk memudahkan diskusi dengan orang tua siswa, selain itu kami juga datang ke rumah-rumah untuk menyampaikan informasi soal kegiatan belajar nantinya,” ujar perempuan lulusan FKIP Bimbingan Konseling Universitas Syiah Kuala ini.

Dari kunjungan itu pula, belakangan Aisyah tahu, ternyata banyak orang tua yang tidak tahu program BDR. Kata dia, sebagian orang tua siswa yang tidak memiliki ponsel pintar, lantaran keterbatasan biaya.

Untuk mengatasinya, lanjut Aisyah, sekolah yang menampung sekitar 65 siswa disabilitas ini memanfaatkan bantuan beasiswa yang diperolehnya dari instansi luar.

Biaya itu dipakai untuk membantu wali murid yang tidak mampu, “Kami mendata siapa saja orang tua yang benar-benar membutuhkan bantuan ponsel tersebut. Mereka yang rata-rata kesulitan ekonomi dan tinggal di pelosok desa.”

Menebar Optimisme ke Rumah-rumah

Kendati berkesempatan untuk mengajar secara luring, upayanya bukan tanpa hambatan. Mawardi yang fokus mengajar siswa tunarungu dan tunanetra ini mengaku siswanya sulit konsentrasi ketika belajar di rumah. Situasi di rumah, kata dia, sangat berbeda dengan sekolah.

“Ada siswa yang konsentrasinya buyar ketika dijumpai tetangga, kadang-kadang mereka malu karena tidak terbiasa diajarkan gurunya di rumah, macam-macam lah,” imbuh Mawardi.

Secara umum, kehadiran guru ke rumah-rumah siswa disambut dengan antusias. Kata Mawardi, banyak siswa yang bertanya kapan sekolah tatap muka dibuka kembali. “Mereka jadi semangat belajar setelah kami datangi.”

Kunjungan guru ke rumah siswa juga sedikit menutupi kesulitan orang tua selama pandemi. Baik Mawardi maupun Aisyah sama-sama mengakui, bahwa peralihan tanggung jawab pendidikan sekolah juga menjadi beban tersendiri bagi orang tua.

Di satu sisi, mereka bergelut dengan pekerjaan rumah tangga, sehingga kesulitan membagi waktu untuk mendampingi proses belajar anaknya.

“Jadi kalau bukan pekerjaan rumah yang telantar, maka pembelajaran anak yang terabaikan, orang tua masih sering kesulitan dalam hal ini,” kata Aisyah.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved