Haba Aneuk
Menyuluh ke Tiap Pintu
Mereka merasa harus memaksimalkan program Belajar Dari Rumah (BDR) yang dicetuskan pemerintah, salah satunya dengan menerapkan kunjungan kerumah-rumah
Selain itu, orang tua juga terkendala soal kemampuan menjadi ‘guru’ untuk anak mereka. Ini belum lagi jika harus memperhatikan kekhususan dari masing-masing siswa. Kemampuan mengakses pengetahuan untuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan sebagainya tentu berbeda-beda.
“Berbagai kendala itu yang semakin melecutkan semangat kami, para guru, untuk tetap rutin mengunjungi rumah siswa. Disana kami bisa saling berbagi, mendengar keluhan orang tua, dan setiap saat memikirkan solusi bagaimana proses belajar-mengajar antara guru, wali dan siswa ini bisa berjalan baik seperti yang kita harapkan,” tutur Aisyah.
Demikian juga bagi Mawardi. Ia berharap, kondisi pandemi dapat menjadi hikmah bagi pemenuhan hak pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Aceh.
Ia ingin perhatian terhadap disabilitas lebih ditingkatkan. Setiap melangsungkan kegiatan belajar-mengajar, Mawardi berangkat dari satu prinsip, “kita dan disabilitas tidak ada yang berbeda, mereka harus mendapat hak-hak yang sama seperti kita.”
Ia berkaca dari banyak kendala yang dialami peserta didik di sekolah umum. Keterbatasan akses internet, sarana dan fasilitas belajar yang tidak memadai, kini menjadi persoalan banyak orang tua.
“Bagaimana dengan anak-anak berkebutuhan khusus, pastinya ada beban ganda yang mereka hadapi, ini harus jadi perhatian kita bersama, saya belajar banyak hal dari sini,” pungkasnya. (*)