Jumlah Halaman UU Cipta Kerja Kembali Berubah, Presiden KSPI: Sangat Memalukan DPR Ini

Dia mengatakan hal tersebut membuktikan bahwa pembahasan Omnibus Law itu terburu-buru.

Editor: Amirullah
Kompas.com/Pramdia Arhando Julianto
Presiden KSPI Said Iqbal saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait TKA dengan Komisi IX DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2017). Said pada Sabtu, (24/10/2020), mengatakan baru tahu bahwa jumlah halaman UU Cipta Kerja kembali berubah. 

SERAMBINEWS.COM - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal komentari Jumlah halaman naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang kembali beruba.

Said mengaku baru mengetahui bahwa jumlah halaman pada UU tersebut kembali berubah dan kini menjadi 1.187 halaman.

Dia mengatakan hal tersebut membuktikan bahwa pembahasan Omnibus Law itu terburu-buru.

Dengan demikian, kata dia, kualitas substansi tidak diperhatikan.

Selain itu, Said menyebut pembahasan yang terburu-buru itu seperti sinetron kejar tayang.

"Kami enggak tahu kalau ada versi 1.187 halaman lagi. Memalukan. Sangat memalukan DPR ini. Sangat memalukan," kata Said, Sabtu (24/10/2020), dikutip dari Kompas.

"Seperti main sinetron dikejar tayang dan mau tampil, enggak penting isi, yang penting selesai," katanya.

()Suasana pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca juga: HORE! Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Segera Dibuka Akhir Oktober 2020, Simak Syaratnya

Baca juga: Kiwil Nikah Siri Janda 2 Anak, Keluarga Venti Figianti Terkejut Hingga Tak Bisa Berkata Apa-apa

Said juga mengatakan pemerintah dan DPR selaku pihak yang membuat UU Cipta Kerja menganggap tidak ada permasalahan yang krusial dalam UU tersebut, khususnya klaster ketenagakerjaan.

Oleh karena itu, menurut Said Iqbal, pihaknya mencermati dan membandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja versi 812 halaman untuk menemukan pasal-pasal yang dianggap mereduksi hak-hak buruh.

"Dengan demikian, kami berhati-hati sekali mencoba menyandingkan isi (UU Cipta Kerj a) yang menurut teman-teman buruh merugikan," kata Said.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menjelaskan soal penghapusan ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi dalam draf UU Cipta Kerja terbaru setebal 1.187 halaman.

Baca juga: VIDEO Detik-detik Puting Beliung di Bekasi, Porak Porandakan Tenda dan Gerobak Warga

Willy mengatakan pasal tersebut memang semestinya dihapus sesuai dengan kesepakatan dalam rapat panitia kerja (Panja) sebelumnya.

"Sesuai teknis perancangan karena tidak ada perubahan, maka tidak ditulis lagi dalam RUU Cipta Kerja atau harus dikeluarkan," ujar Willy saat dihubungi wartawan, Jumat (23/10/2020).

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan substansi draf UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman sama dengan yang diserahkan DPR RI kepada Presiden Joko Widodo.

Ia memastikan tidak ada perubahan naskah UU Cipta Kerja.

"Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Kamis (22/10/2020).

Ia mengatakan, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan.

Setiap detail perbaikan teknis yang dilakukan, misalnya kesalahan penulisan dan lain-lain, dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Baleg.

Adapun, tentang perbedaan jumlah halaman, Pratikno menilai tak bisa digunakan untuk mengukur kesamaan dokumen.

Baca juga: PBNU Berencana Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja Setelah Diteken Jokowi, Ini 8 Poin Sikap PBNU

Baca juga: Benarkah Cuti Dihapus dan Jam Kerja Bisa Lebih Lama? Begini Isi UU Cipta Kerja

Kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman, hasilnya bisa tidak valid.

"Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda," kata Pratikno.

"Setiap naskah UU yang akan ditandatanganin Presiden dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku," kata dia.

Azis Syamsuddin: Tak ada pasal selundupan

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam konferensi pers, Selasa (13/10/2020), menjamin tidak ada pasal selundupan dalam RUU Cipta Kerja setelah disahkan menjadi UU pada 5 Oktober lalu.

()Azis Syamsuddin saat penyerahan berkas oleh Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Atgas kepada Ketua DPR Puan Maharani saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Azis juga juga mengatakan DPR tidak berani memasukkan pasal selundupan karena itu adalah tindak pidana.

"Saya jamin sesuai sumpah jabatan saya dan seluruh rekan rekan disini, tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal karena itu merupakan tindak pidana apabila ada selundupan pasal," kata Azis dikutip dari Kontan.

Terkait jumlah halaman draf UU Cipta kerja yang berubah-ubah, Azis memberi penjelasan.

Dia menyebut perbedaan halaman ini karena penggunaan kertas.

UU itu, kata dia, saat di Badan Legislasi menggunakan kertas biasa, sedangkan saat masuk ke tingkat II diubah menggunakan legal paper.

(Tribunnewswiki/Tyo/Kompas/Haryanti Puspa Sari)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jumlah Halaman UU Cipta Kerja Berubah Lagi, KSPI: Seperti Sinetron Kejar Tayang"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved