Menikah Dini Karena Sekolah Daring, Ada yang Masih Berstatus Pelajar SMP  

Dua kasus pernikahan dini terjadi di Kabupaten Aceh Singkil. Salah satunya bahkan masih duduk di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI
M NAJUR, Ketua PGRI Aceh Singkil 

SINGKIL - Dua kasus pernikahan dini terjadi di Kabupaten Aceh Singkil. Salah satunya bahkan masih duduk di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyebut hal itu terjadi dampak dari pelaksanaan sekolah daring (online) yang dilakukan selama pandemi Covid-19.

Kasus pernikahan dini itu diperoleh Serambi dari Ketua PGRI Aceh Singkil, M Najur, Sabtu (24/10/2020). "Terjadi dua kasus pernikahan dini di Kabupaten Aceh Singkil," kata Najur.

Dua pasangan yang menikah muda itu, masing-masing berinisial A, laki-laki kelas 2 Madrasah Aliyah (MA) menikah dengan F, perempuan kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedangkan sepasang lagi, NF laki-laki kelas 9 SMP menikah dengan LG, perempuan kelas 1 SMA.

Menurut Najur, pernikahan dini terjadi akibat peniadaan belajar tatap muka sehingga proses belajar mengajar dilakukan secara daring menggunakan smartphone. Akibatnya, para pelajar dan siswa bebas memegang smartphone dengan alasan belajar, sehingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan.

“Ternyata, penggunaan teknologi tidak semuanya memberikan dampak positif. Pengaruh negatifnya lebih kuat melekat kepada anak-anak pelajar,” ujar Najur. “Hal itu ditandai dengan meningkatnya kenakalan remaja dan terjadinya dua kasus pernikahan dini itu," tambah Ketua PGRI Aceh Singkil ini.

Sekolah daring, lanjut Najur, Selain berdampak negatif terhadap pelajar, juga terkendala dengan beberapa hal lainnya. Di antaranya, tidak semua guru mampu mengoperasikan perangkat teknologi, banyak orang tua yang tak sanggup beli paket internet, dan tidak semua daerah di Aceh Singkil terakses jaringan internet.

Terkait permasalahan tersebut, Najur mendesak Ketua Satgas Covid-19 Aceh Singkil segera mengizinkan pemberlakuan belajar tatap muka di sekolah. Tentunya dengan tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan secara ketat.

"Apabila dalam pelaksanaan proses pembelajaran tatap muka terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka dapat menghentikan sementara proses pembelajaran tatap muka," kata Najur.

Menjawab SKB 4 menteri yang hanya mengizinkan belajar tatap muka di zona kuning dan hijau. Najur menyatakan, wilayah Aceh Singkil tidak semuanya berstatus zona merah. Sehingga penerapan belajar jarak jauh tidak semestinya dilakukan di seluruh wilayah Aceh Singkil.

"Lagian sekolah di bawah kemenag mereka sudah melaksana PBM tatap muka. Insya Allah belum ada siswa yg terpapar karena mengikuti protokol kesehatan secara ketat. Hemat saya, zona merah sekalipun dapat kita laksanakan PBM tatap muka asal benar-benar disiplin mengikuti protokol kesehatan," tukas Najur.(de)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved