Dalam Sidang Eksepsi Kasus Red Notice di Pengadilan, Napoleon Sebut Dizalimi dan Dijadikan Tumbal
Pekikan takbir itu ia teriakkan saat tengah berdialog dengan majelis hakim yang memimpin persidangan.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Polisi Napoleon Bonaparte meneriakkan takbir saat menjalani sidang eksepsi alias pembacaan nota keberatan dalam kasus dugaan korupsi penghapusan red notice dan DPO Djoko Tjandra, di di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11/2020).
Pekikan takbir itu ia teriakkan saat tengah berdialog dengan majelis hakim yang memimpin persidangan.
Mulanya, Hakim Ketua Muhammad Damis mengingatkan Jenderal Bintang 2 itu untuk menjalani sidang dugaan suap yang menjeratnya dengan jujur.
Damis yang juga merupakan Ketua Pengadilan Jakarta Pusat itu mengingatkan Napoleon agar tak melayani pihak mana pun yang menyatakan bisa membantu mengurus perkaranya di persidangan.
"Saya ingatkan kepada Saudara untuk tidak melayani siapa pun yang akan memuluskan perkara Saudara. Mohon itu tidak terjadi apalagi kalau ada yang menjanjikan Saudara akan membebaskan Saudara dan sebagainya," kata. "Tidak, Yang Mulia," jawab Napoleon. "Saya mohon dengan hormat pada Saudara, siapa pun orangnya, Saudara tidak usah melayani," timpal Damis.
Baca juga: Seorang Anggota TNI Dikeroyok, Berawal tak Sengaja Serempet Pejalan Kaki, Polres Tahan 4 Tersangka
Baca juga: Muspika Suro Makmur Gandeng Mahasiswa KKN Edukasi Pengunjung Pasar soal Pentingnya Protkes Covid-19
Baca juga: Giliran Irjen Napoleon Bonaparte Dicopot, Diduga Langgar Kode Etik Terkait Kasus Djoko Tjandra
Atas imbauan itu, Napoleon memberikan jawaban. Ia mengatakan sejak awal sudah percaya dengan pengadilan dan menyatakan tak akan melakukan apa yang dikhawatirkan majelis hakim. "Dari awal kami tidak melayani itu pak hakim dan kami sangat percaya dengan majelis peradilan ini," kata Napoleon.
Hakim Damis pun kemudian menyatakan akan mengadili kasus Napoleon dengan jujur dan objektif. Jika dinyatakan terbukti, maka persidangan akan berlanjut. Namun bila tidak, Napoleon akan dibebaskan.
"Kalau terbukti, Saudara akan dinyatakan terbukti dan dipidana. Kalau tidak terbukti anda akan dibebaskan saudara, apa pun risikonya," ungkapnya. "Allahu Akbar," jawab Napoleon tegas.
Ini kali kedua Damis membuat imbauan. Sebelumnya, ia juga mengimbau kepada Djoko Tjandra agar tak melakukan suap kepada majelis.
Djoko Tjandra dalam kasus ini didakwa memberi suap kepada Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Utomo untuk menghapus red notice dan status DPO-nya. Sementara Irjen Napoleon didakwa menerima dari Djoko Tjandra. Ia didakwa menerima USD 270 ribu dan SGD 200 ribu untuk mengurus penghapusan red notice dan status DPO itu.
Napoleon sendiri dalam persidangan kemarin angkat suara terkait kasus rasuah yang menjeratnya itu. Ia menuding ada pihak-pihak yang hendak menzaliminya dirinya.
Baca juga: Terpidana Kasus Korupsi Djoko Tjandra Menangis di Depan Hakim
Baca juga: Kapal Penyelundup 500 Kg Ikan Napoleon Ditangkap
Baca juga: Kapal Penyelundup 500 Kg Ikan Napoleon Ditangkap
"Tuduhan penerimaan uang, saya siap membuktikan bahwa semua itu adalah didasari rencana untuk menzalimi kami sebagai pejabat negara," kata Napoleon Bonaparte di sidang eksepsi di PN Jakarta Pusat, Senin (9/11).
Napoleon menyayangkan banyaknya opini miring yang beredar di publik terkait dirinya. Ia menyatakan, bahwa eksepsi ini adalah kesempatan yang ia tunggu untuk menangkis semua itu. "Kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu Yang Mulia. Dari bulan Juli sampai hari ini, saya merasa dizalimi melalui pers. Oleh pemberitaan, statemen-statemen pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus red notice. Karena sebagai Kadiv Hubinter Polri, kami yang paling tahu mekanisme kerja Interpol," sambungnya.
Ia menyatakan selama ini tak mungkin menanggapi opini miring terhadapnya secara langsung. Melalui persidangan eksepsi inilah, kata dia, kesempatan yang tepat untuk melakukan itu.
"Tuduhan-tuduhan tersebut membuat kami tidak mungkin menyampaikan jawaban karena hanya dianggap hanya pembenaran diri. Kesempatan yang kami tunggu untuk menyampaikan yang ada dalam eksepsi," ujarnya.
Jadi Tumbal
Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya, Santrawan T. Paparang, Napoleon menyatakan dakwaan yang menyatakan bahwa ia menerima USD 270 ribu dan SGD 200 ribu adalah tak benar. Menurutnya, bukti yang digunakan terkait adanya penerimaan uang itu hanya berdasarkan kuitansi.
"Terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam jabatan selaku Kadiv Hubinter Polri 'seolah-olah telah disangka dan dituduh dengan dugaan telah menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu didasarkan sepenuhnya pada kuitansi tanda terima uang yang diterima oleh Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra'," kata Santrawan.
Baca juga: 10 Fakta Kehidupan Napoleon Bonaparte, Dari Organ Intim Dicuri Hingga Kisah Cinta Berakhir Tragis
Dalam kasus ini Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Napoleon dan juga Brigjen Prasetijo Utomo. Ia merupakan seorang wiraswasta kenalan Djoko Tjandra.
Dalam nota keberatannya, Napoleon merinci bahwa Tommy beberapa kali mendapatkan uang dari Djoko Tjandra secara bertahap. Rinciannya 27 April 2020: SGD 100 ribu, 28 April 2020: SGD 200 ribu, 29 April 2020: USD 100 ribu, 4 Mei 2020: USD 150 ribu, 12 Mei 2020: USD 100 ribu, 22 Mei 2020: USD 50 ribu.
Dalam dakwaan Napoleon, sebanyak USD 270 ribu dan SGD 200 ribu di antaranya diberikan kepada jenderal bintang 2 itu. Namun, Santrawan menilai penerimaan itu hanya dibuktikan melalui kuitansi dari Djoko Tjandra kepada Tommy Sumardi saja.
Santrawan menegaskan, dalam kuitansi itu juga tak disertakan maksud penerimaan uang dari Djoko Tjandra oleh Tommy Sumardi. Sehingga, ia mengeklaim bahwa kuitansi itu tak ada sangkut pautnya dengan kliennya. Menurut dia, saksi lain pun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak menjelaskan bahwa uang itu untuk Napoleon Bonaparte.
"Dengan demikian keberadaan kuitansi tanda terima uang tersebut secara tegas Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte bersama kami penasihat hukum menolak untuk seluruhnya tanpa terkecuali karena keberadaan kuitansi tanda terima uang tersebut baik langsung maupun tidak langsung sama sekali tidak ada hubungannya dengan diri terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," kata Santrawan.
Santrawan juga membantah dakwaan terhadap Napoleon terkait dengan barang bukti USD 20 ribu yang disita oleh Bareskrim Polri. Dalam dakwaan USD 20 ribu itu adalah yang terakhir diberikan oleh Tommy kepada Napoleon. Santrawan mengatakan, USD 20 ribu itu bukanlah dari Djoko Tjandra. Uang itu, kata dia, merupakan uang milik istri Brigjen Prasetijo. "Bahwasanya uang USD 20.000 adalah uang milik sah dari istri Brigjen Pol Prasetijo Utomo dalam bentuk mata uang rupiah," kata Santrawan.
Hal tersebut berdasarkan pengakuan dari Prasetijo bersama kuasa hukumnya Bala Paytona kepada Napoleon pada saat penyerahan berkas tahap II di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (16/11). Uang itu, kata Prasetijo, seperti yang diutarakan oleh Santrawan, resmi milik istrinya.
Santrawan menjelaskan, dari penuturan Prasetijo, ia diminta menyiapkan barang bukti USD 20 ribu. Saat itu, kata Santrawan, Prasetijo mengaku tak memiliki uang sehingga menulis surat kepada istrinya meminta USD 20 ribu.
"Bahwa karena istri dari Brigjen Pol Prasetijo Utomo tidak memiliki uang dalam bentuk mata uang dolar amerika, maka uang milik istri dari Brigjen Pol Prasetijo Utomo dalam bentuk mata uang rupiah ditukar ke tempat penukaran uang dalam bentuk mata uang dolar AS 20 ribu," kata Santrawan.
Santrawan menjelaskan, dari tempat penukaran uang tersebut, uang milik istri Prasetijo ditukarkan ke mata uang USD. Lalu pada 16 Juli 2020, istri Prasetijo menyerahkan uang tersebut kepada Anggota Divisi Propam Polri.
Baca juga: Sri Takut pada Brigjen Prasetijo, sehingga Keluarkan Surat Bebas Covid-19 untuk Djoko Tjandra
"Bahwa dengan demikian, keberadaan barang bukti uang dalam bentuk mata uang dolar Amerika sejumlah USD 20 ribu yang oleh penyidik Tipikor Bareskrim Polri dijadikan barang bukti dalam berkas perkara Klien kami, ia terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, tidak mengikat, tidak berkekuatan hukum, batal demi hukum dengan segala akibatnya," kata Santrawan.
Pengacara menilai bahwa Irjen Napoleon tidak terbukti sebagaimana dakwaan jaksa. Irjen Napoleon dinilai pengacara hanya merupakan korban yang ditumbalkan.
"Bahwa perkara pidana in casu merupakan petaka serta wabah yang sangat berbahaya dan menakutkan bagi eksistensi dan kehormatan diri semua orang, di mana Terdakwa telah dijadikan tumbal dan "dikorbankan" untuk meningkatkan stigma popularitas personal dari oknum-oknum tertentu bahwasanya mereka telah sukses dan berhasil mengungkap 'ada jenderal polisi bintang dua aktif yang ikut terlibat dalam kasus penghapusan red notice Joko Soegiarto Tjandra," papar pengacara.
Berlandaskan argumen-argumen itu, pengacara menilai dakwaan jaksa layak dibatalkan hakim. Selain itu, Napoleon juga meminta dibebaskan dari dakwaan serta melepaskannya dari tahanan.(tribun network/ham/dod)