Internasional
PM Ethiopia Ultimatum Temannya, Pemimpin Pemberontak Tigray Segera Menyerah, Hanya 72 Jam Lagi
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed kembali mengeluarkan ultimatum kepada pemberontak Tigray.
SERAMBINEWS.COM, ADDIS ABABA - Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed kembali mengeluarkan ultimatum kepada pemberontak Tigray.
Dia menegaskan dalam waktu 72 jam seluruh pasukan di wilayah utara Tigray yang dipimpin temannya untuk menyerah.
Disebutkan pasukan pemerintah telah bergerak maju ke Mekelle, Ibu Kota Tigray.
Abiy Ahmed mengatakan kepada para pemimpin Tigrayan bahwa mereka tidak bisa kembali lagi.
Dilansir BBC, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), yang menguasai wilayah pegunungan, telah berjanji untuk terus bertempur.
Konflik tersebut dilaporkan telah menewaskan ratusan orang dan membuat ribuan orang mengungsi dalam beberapa pekan terakhir ini.
PBB telah memperingatkan hal itu dapat memicu krisis kemanusiaan.

Baca juga: PBB Persiapkan Kemungkinan 200.000 Pengungsi Ethiopia di Sudan, 32.000 Orang Telah Lari dari Tigray
Sebelumnya militer Ethiopia memperingatkan 500.000 penduduk Mekelle bahwa tentara akan mengepung kota dan menyerang dengan tembakan artileri.
"Tidak akan ada belas kasihan," kata seorang juru bicara.
Pemimpin TPLF Debretsion Gebremichael mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pasukannya telah berhasil menghentikan serangan pasukan federal.
"Mereka mengirimkan gelombang demi gelombang tetapi tidak berhasil," katanya.
Pemerintah mengatakan pasukannya mengambil alih beberapa kota utama pekan lalu.
Namun, informasi sulit untuk dikonfirmasi dan klaim tidak dapat diverifikasi secara independen karena sambungan telepon dan internet telah terputus sejak awal konflik.
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu (22/11/2020) yang ditujukan kepada kepemimpinan TPLF, Abiy mengatakan:
"Perjalanan kehancuran Anda akan segera berakhir, dan kami mendesak Anda untuk menyerah dengan damai dalam 72 jam ke depan."
"Anda harus menyadari tidak bisa kembali lagi dan ambillah. kesempatan terakhir ini."
Abiy mengatakan pasukan TPLF harus menyerah secara damai dan penduduk Mekelle harus mendukung pasukan pemerintah untuk membawa kelompok pengkhianat ke pengadilan.
Pada Jumat (20/11/2020), Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, sebagai Ketua Uni Afrika, mengumumkan penunjukan tiga mantan presiden untuk menengahi pembicaraan guna mengakhiri konflik.
Tapi Ethiopia menolak tawaran itu karena melihat operasi itu sebagai misi penegakan hukum internal.
Baca juga: Awalnya Berteman Dengan PM Abiey Ahmed, Kini Memimpin Pemberontakan Tigray Melawan Pemerintah
"Kami tidak bisa bernegosiasi dengan penjahat ... Kami membawa mereka ke pengadilan, bukan ke meja perundingan," kata Mamo Mihretu, seorang asisten senior Abiy, kepada BBC.
"Saudara dan saudari Afrika kita akan memainkan peran yang lebih signifikan jika mereka menekan TPLF untuk menyerah," tambahnya.
"Untuk itu, Anda tahu, tidak ada yang perlu pergi ke Tigray atau Mekelle untuk menjelaskan hal itu kepada mereka," katanya.
Mamo mengatakan mantan pemimpin dari Mozambik, Liberia, dan Afrika Selatan akan tiba di negara itu dalam beberapa hari mendatang.
Tetapi, tidak akan dapat mengunjungi Tigray karena operasi militer sedang berlangsung.
Mamo mengatakan bahwa pemerintah melakukan yang terbaik" untuk mengizinkan badan-badan PBB memberikan bantuan kepada orang-orang di Tigray.
Konflik tersebut berakar pada ketegangan berkepanjangan antara Tigray People's Liberation Front (TPLF), partai regional yang kuat, dan pemerintah pusat Ethiopia.
Ketika Abiy menunda pemilihan nasional karena virus Corona pada Juni 2020, ketegangan meningkat.
TPLF melihat pemerintah pusat tidak sah, dengan alasan Abiy tidak lagi memiliki mandat.
Pada 4 November 2020, Perdana Menteri Ethiopia mengumumkan operasi melawan TPLF, menuduh pasukannya menyerang markas komando utara militer di Mekelle.
TPLF telah menolak klaim tersebut.
Baca juga: Pemerintah Ethiopia Perintahkan Penangkapan 76 Perwira Militer Tigray
Pejuangnya, sebagian besar diambil dari unit paramiliter dan milisi lokal yang terlatih, diperkirakan berjumlah 250.000 orang.
Sedangkan badan-badan bantuan tidak memiliki akses ke zona konflik, tetapi mereka khawatir ribuan warga sipil mungkin telah terbunuh sejak pertempuran meletus.
Diperkirakan, 33.000 pengungsi telah menyeberang ke Sudan.
Badan pengungsi PBB mengatakan sedang mempersiapkan hingga 200.000 orang untuk tiba selama enam bulan ke depan jika pertempuran berlanjut.
Pada Jumat (20/11/2020), TPLF dituduh menembakkan roket ke kota Bahir Dar di wilayah tetangga Amhara.
Pemerintah Amhara mengatakan tidak ada korban jiwa dan tidak ada kerusakan yang ditimbulkan.
Tetapi insiden yang dilaporkan di Amhara, yang memiliki sengketa perbatasan yang telah berlangsung lama dengan Tigray, telah menimbulkan kekhawatiran.
Bahwa konflik tersebut dapat meluas ke perang yang lebih luas setelah pasukan regional dikirim untuk mendukung pasukan federal.
Sementara itu, PBB telah menyuarakan keprihatinan tentang masuknya pengungsi ke Sudan.
Yang dikatakannya dapat mengguncang negara yang sudah mendukung sekitar satu juta orang terlantar dari negara-negara Afrika lainnya.
Banyak dari pengungsi yang tiba di Sudan diyakini adalah anak-anak.
Badan-badan bantuan mengatakan gencatan senjata segera akan memungkinkan mereka membantu ribuan warga sipil yang masih terperangkap di dalam Ethiopia.
Badan bantuan meminta 50 juta dolar AS untuk makanan dan tempat tinggal bagi para pendatang baru.(*)