Kupi Beungoh
Prestasi Aceh di MTQ Padang, Gejala atau Penyakit? (Bagian II - Habis)
Itu artinya kalimat Islam adalah Aceh dan Aceh adalah Islam telah memudar, dan mungkin sudah pupus dalam kehidupan keseharian masyarakat.
Namun mereka punya tradisi bola kaki yang hebat dari kota sampai ke pelosok desa di pegunungan.
Tradisi itu mereka pelihara sampai hari ini, karena dari tradisi itu mereka memelihara “optimisme” bahwa mereka bukanlah bangsa tempe, setidaknya dalam permainan bola kaki.
Setiap pertandingan piala dunia, negara-negara Amerika Selatan itu selalu tampil, bahkan mempunyai pola permainan tersendiri yang bereda jauh dari Eropah.
Pada tahun-tahun enampuluhan dan tujuh puluhan ketika mereka masih miskin dan tertinggal jauh dari Eropah, mereka tidak merasa rendah diri.
Di lapangan bola piala dunia, mereka duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan pemain bola dari negara-negara industri maju.
Bahkan tak jarang di final seingkali mereka bertemu, dan kadang menjadi juara dunia.
Di situ ada “psikologi optimisme” dan kebanggaan untuk percara diri yang dimiliki dan diwarisi kepada generasi mudanya, bahwa kemajuan hanya masalah waktu.
Sementara itu, menunggu kemajuan itu disongsong, ketangguhan bola negara-negara Amerika Latin itu adalah bukti bahwa mereka tidak kurang bahkan lebih dari negara-negara maju Eropah.
Ada pelajaran yang dapat kita ambil, untuk tidak membiarkan anak-anak kita, terutama para milenial paruh akhir, dan generasi Z dibiarkan menjadi mangsa “psikologi inferior” yang sangat berbahaya bagi masa depan daerah ini.
Ketika semua statistik indikator pembangunan Aceh rendah, ketika Aceh miskin prestasi, seharusnya ada sesuatu yang kita miliki yang membuat para anak muda kita percaya diri.
Bukankah kehidupan islami yang kental yang sebagiannya dapat diukur dari kualitas terbaik qari dan qariah dan berbagai cabang petandingan MTQ idealnya adalah milik Aceh, seberat apapun pertandingan yang disyaratkan?
Suatu hari kelak mungkin berbagai ketertinggalan Aceh mungkin akan dapat diatasi, dan Aceh akan berpeluang maju sejajar dengan provinsi lain di Indonesia.
Menunggu waktu itu datang selayaknya ada sejumlah prestasi yang melekat dan terus menerus dijaga, seperti presatasi MTQ Nasional duatahunan itu.
Menarik kata orang Aceh pasaran, “Aceh semua boleh kalah, tetapi dalam hal membaca Al Quran tidak, Aceh harus juara”.
Sayang slogan itu kini telah buyar.
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.