Internasional

Para Ibu Madagaskar Selatan: "Tidak Ada Makanan Lagi Untuk Anak-anak Kami"

Kelaparan melanda kawasan Madagaskar Selatan, sebuah objek wisata populer di Samudera Hindia.

Editor: M Nur Pakar
WFP
Anak-anak Madaskar Selatan mengantre mendapatkan makanan 

SERAMBINEWS.COM, ANKILIMAROVAHATSY- Kelaparan melanda kawasan Madagaskar Selatan, sebuah objek wisata populer di Samudera Hindia.

“Kelaparanlah yang membunuhnya,” kata ibu yang berduka itu.

Di desa di ujung Madagaskar Selatan ini, seorang ibu bernama Lasinatry yang berusia 31 tahun kehilangan putranya berusia 3 tahun pada Juni 2020, karena kelaparan melanda wilayah itu.

Lebih parah dibandingkan beberapa tahun terakhir.

“Kami para orang tua tidak punya apa-apa untuk memberi makan anak-anak kami selain asam dan kaktus yang kami temukan di sekitar kami,” katanya.

Pada kunjungan minggu ini, The Associated Press (AP) Jumat (4/12/2020) melaporkan telah berbicara dengan keluarga yang menderita di antara 1,5 juta orang yang membutuhkan bantuan makanan darurat.

Baca juga: 100.000 Pengungsi Eriteria Terancam Kelaparan, Seusai Terjebak Dalam Perang di Ethiopia

Menurut Program Pangan Dunia PBB (WFP) ini adalah konsekuensi dari kekeringan selama tiga tahun berturut-turut.

Bersamaan dengan pengabaian bersejarah oleh pemerintah di daerah terpencil serta pandemi Covid-19.

Para ibu sekarang mencoba memberi makan anak-anak mereka dengan mangga mentah, dan dengan asam yang dicampur tanah liat.

Banyak anak dengan kondsi kaki kurus, rambut kemerahan dan perut buncit karena kekurangan gizi.

Lelah, mereka beristirahat di bawah pohon dan tidak lagi bisa bermain.

Setelah muncul laporan tentang sedikitnya delapan anak yang sekarat, presiden negara kepulauan di Samudra Hindia ini, Andry Rajoelina, mengunjungi wilayah tersebut.

Sang presiden telah bersumpah untuk memenangkan perang melawan kelaparan dan kekurangan gizi.

Beberapa makanan telah dibagikan, tetapi WFP mengatakan tidak cukup dan penduduk mengatakan pemberian itu hanya berlangsung beberapa hari.

WFP mengatakan memiliki cukup pasokan untuk membantu setengah juta orang hingga akhir tahun ini

Madagaskar Selatan berada di ambang bencana kemanusiaan, kata badan PBB tersebut.

Baca juga: Miris! Bocah Nyaris Tewas Kelaparan Setelah Dikunci di Rumah Penuh Kecoa, Sang Ibu Sibuk Foya-foya

Tiga dari empat anak di Distrik Amboasary di pusat krisis telah keluar sekolah untuk membantu orang tua mencari makanan.

Para petani mengatakan tidak dapat lagi bercocok tanam karena hujan tidak turun dan mereka telah berhenti beternak karena pencurian.

Beberapa penduduk desa mengatakan telah menjual harta paling dasar mereka, periuk, pakaian, buku catatan sekolah untuk membeli makanan.

Beberapa orang sekarang menebang pohon untuk membuat arang, mengakui itu memperburuk kekeringan tetapi mengatakan tidak punya pilihan jika ingin bertahan hidup.

Seorang ibu, Toharano, mengatakan empat dari 14 anaknya meninggal pada bulan Juni dan Juli.

“Siapa yang bisa mendukung untuk tidak makan di pagi, siang dan malam?” tanyanya dengan kondisi kelelahan karena kelaparan dan panas.

“Anak-anak bangun di malam hari dan lapar," ungkapnya.

Nama-nama yang tewas disimpan di buku catatan yang dipegang oleh kepala desa, Refanampy.

"Kami terbiasa kelaparan, tapi kali ini mengerikan ," katanya.

“Sebelumnya, tidak ada orang yang sekarat karena kelaparan di desa kami," tambahnya.

Sungai Mandrare, yang melintasi wilayah tersebut, kini mengering.

Masy Toasy (101) berjalan ke arah orang-orang yang menggali pasir untuk mencari air.

“Di sinilah kami mencoba menanam ubi jalar, tetapi semuanya mati,” kata gadis kecil itu.

Baca juga: Aksi Polantas Turun Tangan Bantu Mengatur Arus Lalu Lintas, Kala Banjir Landa Lhokseumawe

Di sisi lain sungai adalah sekolahnya, tetapi dia mengatakan orang tuanya telah menjual buku catatannya untuk membeli beras.

“Penduduk tidak memiliki lagi sumber daya untuk memungkinkan mereka menghadapi krisis ini,” kata Theodore Mbainaissem dari WFP.

Dia mengatakan tingkat kelaparan yang mengejutkan para humaniter dan pihak berwenang.

Dengan Covid-19 pembatasan diberlakukan untuk memperlambat penyebarannya, penduduk di wilayah yang kelaparan ini tidak dapat pergi ke tempat lain untuk mencari pekerjaan, kata Mbainaissem.

Pembatasan itu sekarang telah dicabut.

Untuk saat ini, katanya, satu-satunya solusi membantu mereka dengan membawa makanan yang cukup untuk beberapa bulan mendatang.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved