Investasi Ilegal
Kerugian Masyarakat Capai Rp 92 Triliun Akibat Tawaran Investasi Ilegal Makin Marak
Untuk ciri-ciri fintech ilegal adalah tidak terdaftar di OJK, bunga pinjaman yang tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama, media
Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Penawaran investasi ilegal terhitung sejak 2017 hingga 2020 terus meningkat.
Sehingga hal ini harus menjadi perhatian masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan investasi.
Pada 2017 tercatat ada 79 entitas investasi ilegal, kemudian naik menjadi 106 entitas investasi ilegal dan 404 entitas fintech peer to peer lending ilegal pada 2018.
Selanjutnya pada 2019 tercatat sebanyak 442 entitas investasi ilegal, 68 entitas gadai ilegal, dan 1.493 entitas fintech peer to peer lending ilegal, dan pada 2020 per 3 Juli sudah tercatat sebanyak 160 entitas investasi ilegal, 25 entitas gadai ilegal serta 694 entitas fintech peer to peer lending ilegal.
“Peningkatan berkali ini menjadi alarm bagi kita, karena penawaran investasi ilegal ini bukannya berkurang tapi malah makin meningkat. Sementara data tahun 2020 tersebut masih terus berjalan. Kenapa ini harus hati-hati? Karena pada masa pandemic ini kita semua membutuhkan uang, tidak perduli terdampak Covid atau tidak, pasti kita butuh uang. Para pelaku investasi ilegal melihat ini sebuah peluang,” kata Kasubbag EPK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Moishe Sofian AS saat menjadi pemateri dalam Webinar dengan tema “Melihat Prospek Investasi Saham dan Logam Mulia di Masa Pendemi Covid-19 serta Waspada Investasi”, yang disiarkan langsung melalui Facebook Serambinews.com, Senin (7/12/2020).
Dalam webinar yang dimoderatori Asisten Manager Produksi Harian Serambi Indonesia, Yocerizal ini juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Aceh, Thasrif Murhadi, dan Vice President PT Pegadaian Syariah Area Aceh, Ferry Hariawan.
Moishe menambahkan korban dari investasi ilegal ini tidak memandang umur, jabatan dan latar belakang pendidikan maupun pekerjaan, sebab cara yang digunakan untuk menggaet korbannya sangat canggih.
Baca juga: KRI Sembilang 850 Selamatkan ABK KM Rizki Biliton yang Tenggelam
Baca juga: Bangunan Baru di Aceh Tamiang Dirobohkan, Tutupi Parit dan Menyatu di Pagar Sekolah
Baca juga: VIDEO Konferensi Pers Terkait Penyerangan Simpatisan Habib Rizieq Shihab di Tol Cikampek
Ia menyebutkan kerugian yang diakibatkan dari investasi ilegal ini dari tahun 2009-2019 lebih kurang Rp 92 triliun. Penyebab utama investasi ilegal yaitu masyarakat mudah tergiur bunga tinggi, masyarakat belum paham investasi, dan pelaku menggunakan tokoh agama, tokoh masyarakat dan selebriti.
Sementara dampak yang ditimbulkan antaranya ketidakpercayaan dan image negative terhadap produk keuangan, menimbulkan potensi instabilitas (korban yang cukup besar), dan mengganggu proses pembangunan.
Dikatakannya, masyarakat juga perlu mengetahui ciri-ciri dari investasi ilegal adalah menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru “member get member”, memanfaatkan tokoh masyarakat, agama public figure, klaim tanpa resiko (free risk), legalitas tidak jelas mencakup tidak memiliki izin, memiliki izin kelembagaan tapi tidak punya izin usaha, memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya.
Dalam hal ini, ia juga menyampaikan terkait fintech ilegal yang menjadi penyebab utamanya yaitu perkembangan TI, kurangnya pemahaman masyarakat dan kondisi ekonomi nasabah yang tidak ada uang, tidak dipikir matang, penghasilan nasabah tidak cukup.
“Sedangkan dampak yang ditimbulkan pelaku menggunakan data pribadi nasabah, teror, intimidasi, pelecehan sehingga nasabah menjadi tertekan,” sebutnya.
Untuk ciri-ciri fintech ilegal adalah tidak terdaftar di OJK, bunga pinjaman yang tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama, media yang digunakan pelaku fintech peer to peer lending ilegal tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tapi juga link unduh yang disebar melalui SMS atau dicantumkan dalam situs milik pelaku.
“Kemudian penyebaran data pribadi peminjam. Tata cara penagihan yang dilakukan tidak hanya kepada peminjam tapi juga ditagihkan kepada keluarga, rekan kerja hingga atasan. Serta fitnah, ancaman hingga pelecehan seksual dan penagihan sebelum batas waktu,” sebutnya.
Moishe juga menyampaikan terkait praktik shadow banking yaitu menggambarkan aktivitas layaknya seperti penghimpunan dana, investasi, dan juga pinjaman. Namun tidak terawasi dan terhindar dari regulasi dan pengawasan otoritas sektor perbankan.
“Terdapat beberapa jenis kegiatan di luar perbankan yang berpoten menjadi tempat dilakukannya praktek shadow banking antaranya fintech peer to peer lending, asuransi, reksa dana, koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, dan BMT,” katanya yang mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap investasi bodong dan dapat segera melapor ke kontak OJK 157.
Pemateri lainnya, Kepala BEI Kantor Perwakilan Aceh, Thasrif Murhadi menyampaikan Pasar Modal Indonesia menyediakan instrumen investasi legal yang dapat dipilih oleh masyarakat, antaranya saham, reksa dana, obligasi dan lainnya.
Dikatakannya, instrumen-instrumen investasi yang diperdagangkan di bursa itu dapat dimiliki dan dibeli oleh masyarakat secara luas. Selanjutnya, apabila dilihat ada instrumen saham yang paling banyak dikenal.
“Instrumen saham itu apa? Bukti kepemilikan kita terhadap suatu perusahaan. Artinya kita beli saham tercatat di bursa, artinya kita juga menjadi salah satu pemilik saham itu,” jelasnya.
Dikatakannya, saham-saham tersebut dapat dimiliki secara langsung jadi masyarakat tidak hanya menjadi konsumen di perusahaan tercatat itu.
“Selama ini kita enggak sadar menjadi konsumen di perusahaan-perusahaan yang tercatat di bursa, selama ini kita beli produknya yang artinya kita menyumbang keuntungan untuk perusahaan tersebut. Sekarang kenapa enggak kita balik mindsetnya, kita sebagai konsumen perusahaan itu dan kita juga sebagai pemegang sahamnya,” sebut Thasrif.
Sementara pemateri lainnya, Vice President PT Pegadaian Syariah Area Aceh, Ferry Hariawan menyampaikan selama masa pandemic pada tahun ini, Pegadaian bisa menjual sebanyak 4 ton emas dengan produk tabungan emas. Hal tersebut karena masyarakat sudah aware dengan investasi emas.
“Dan saat pendemi ini kita juga memberikan kemudahan bagi yang ingin investasi emas yaitu bisa menggunakan aplikasi. Disamping juga yang paling massif itu kita kerja sama dengan marketplace Tokopedia dan Shopee sehingga bisa melakukan tabungan emas melalui marketplace tersebut, dan ini cukup berhasil menggaet kaum milenial,” katanya.
Kenapa investasi emas? Ferry menjelaskan karena nilai emas tahan terhadap inflasi. Ada tiga bentuk emas, yaitu perhiasan, koin dan batangan. Investasi emas ini juga digunakan untuk berbagai kebutuhan yaitu pendidikan, modal usaha, pernikahan, dana darurat, dana pensiun dan tabungan.
Ia menyampaikan di Pegadaian ada produk tabungan emas yaitu layanan pembelian dan penjualan emas dengan fasilitas titipan. Transaksi dapat dilakukan secara online, murah pembelian mulai 0,01 gram, jaminan karatase 24 karat, buka rekening mulai Rp 50.000, mudah dicairakan (gadai/jual), aman, terdaftar dan diawasi OJK.
“Pertumbuhan tabungan emas Pegadaian di Aceh mencapai 62.406 nasabah, saldo emas 186,18 kilogram, dengan omset penjualan Rp 133,64 miliar,” sebutnya.(*)