Opini

LSM Lingkungan Bukan Penghalang Investasi

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non-Governmental Organization (NGO) memegang peranan penting sebagai pilar demokrasi yang mewujudkan masyarakat

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/MASRIZAL
Muhammad Nur, Direktur Eksekutif WALHI Aceh/Mahasiswa Magister Fak Hukum Abulyatama Aceh 

Oleh Muhammad Nur, Direktur Eksekutif WALHI Aceh/Mahasiswa Magister Fak Hukum Abulyatama Aceh

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non-Governmental Organization (NGO) memegang peranan penting sebagai pilar demokrasi yang mewujudkan masyarakat yang kuat dan mampu memperjuangkan hak-haknya dalam kehidupan bernegara. LSM lingkungan memiliki posisi penting dalam menguatkan kedudukan masyarakat ketika berhadapan dengan negara yang sering kali dikendalikan oleh kekuatan modal dan elite-elite politik.

Pilar demokrasi di Indonesia dalam pembangunan dibangun oleh tiga aktor, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Ketiga aktor tersebut harus menjalin hubungan yang sinergis. Namun, LSM lingkungan sebagai perwakilan masyarakat perlu mengambil posisi sebagai mitra yang kritis terhadap pemerintah untuk lebih mengarahkan program-program pembangunan menuju sasaran yang telah ditetapkan dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan rakyat, kemitraan yang dimaksud ditujukan untuk membangun kebersamaan dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat dalam proses pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Organisasi lingkungan, tidak hanya melihat lingkungan sebagai sumber daya semata, yang dalam proses pembangunan justru memaksakan ekplorasi lingkungan karena tuntutan proses produksi yang memberikan nilai tambah. Persoalan muncul ketika proses eksplorasi tersebut memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutan hidup. Pembangunan dalam konteks ruang yang memanfaatkan hutan dan lahan, misalkan proyek PLTA di tengah hutan, pertambangan, perkebunan, dan proyek infastruktur dalam kawasan hutan, akan menurunkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, karenanya pembangunan dan investasi harus bisa selaras dengan kemampuan lingkungan.

Di luar itu pembangunan hanya dikritik dalam aspek kajian sosial, budaya dan agama, sedangkan dampak lingkungan sering dilupakan karena dianggap biasa saja jika pun terjadi dampak negatif dalam skala kecil. Pada kenyataannya bencana terjadi akibat pengabaian prinsip lingkungan menimbulkan dampak luas baik terhadap infrastruktur, lahan pertanian bahkan korban jiwa dan kerugian materi yang tidak sedikit.

Akan tetapi advokasi yang dilakukan LSM lingkungan sering diartikan sebagai gerakan melawan pembangunan dan investasi. Padahal, apa yang disuarakan LSM lingkungan untuk memastikan pembangunan dan investasi yang dilakukan dapat berkelanjutan dan tepat sasaran serta sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan sehingga pembangunan yang dilakukan tidak sia-sia. 

Untuk itu mari kita simak beberapa hambatan dan tantangan yang memperlambat investasi dan pembangunan di Aceh; Pertama: penyebab lambannya investasi dan pembangunan disebabkan oleh proses administrasi yang panjang dan berbelit di lingkaran pemerintah itu sendiri dan itu perintah hukum, bukan kemauan LSM lingkungan semata, dijadikan modus agar ada peluang korupsi dalam proses penerbitan perizinan.

Kedua: pengurusan kelengkapan administrasi untuk kebutuhan legalitas turunan UU, PP, Permen, Qanun, dan berbagai kebijakan pemerintah di suatu pembangunan dilakukan oleh agen/broker yang berbayar untuk mencapai tujuan dalam investasi. Bayangkan jika agen yang datang sebagai putra daerah atau orang dalam negeri tanpa modal yang cukup, tentu proses penerbitan akan lambat bahkan sampai mundur calon investor dengan alasan tidak ada kepastian hukum atau jaminan investasi.

Ketiga: proses pengadaan lahan yang lumayan ribet dan tak kunjung selesai dalam kurun waktu satu tahun bahkan lebih, dengan berbagai faktor, mulai dari harga jual, pemilik sah, tumpang tindih kepemilikan, hingga proses pencarian dan penyerahan sertifkat atau SKT (surat kuasa tanah dari kepala desa), dan proes negoisasi yang lambat hingga gugat menggugat membutuhkan waktu yang panjang dalam memberikan kepastian hukum.

Keempat: proses penyusunan kebijakan untuk pembangunan dan investasi di suatu daerah juga membutuhkan jaringan yang kuat atau prosesnya diserahkan pada sistem/aplikasi sama saja tetap dimasukan sebagai penghambat pembangunan, dimana kajian cepat kita proses ini membutuhkan satu hingga dua kali pergantian pemimpin suatu daerah hingga nasional. Sehingga tanda-tangan izin ini itu selalu menjadi alasan klasik hingga terjadi negoisasi biaya politik yang harus dikeluarkan oleh perusahaan/pribadi/kelompok dalam proses investasi, makanya korupsi perizinan sektor sumberdaya alam menjadi trend isu setiap menjelang tahun politik

Kelima: perusahaan atau kelompok tertentu terlalu besar dalam janji tapi minim realisasi hingga terjadi konflik dengan masyarakat yang menyebabkan pembangunan macet hingga krisis kepercayaan warga kepada pemilik modal. Banyak kasus negoisasi tak berujung yang menyebabkan perusahaan memilih kabur tanpa mau terlibat rencana jahat yang lebih besar lagi yang tercipta dari keadaan, hingga kasus demi kasus tak pernah selesai, pendekatan ini sering diselesaikan melalui premanisme

Keenam: dana CSR yang besar di awal tidak bisa menjamin kegiatan investasi berhasil sesuai dengan perencanaan awal, karena kelompok-kelompok tertentu yang mengatasnakan masyarakat menjadi manja dan berlanjut hingga terjadi bentuk-bentuk premanisme baru dengan narasi yang dibangun melalui isu dampak negatif baik lingkungan, sosial dan HAM. Untuk itu jangan mudah kita percaya janji manis pengusaha untuk mensejahterakan rakyat banyak, karena pengusaha memiliki keterbatasan pendanaan atas nama bisnis

Ketujuh: komitmen pengusaha antara yang dimohonkan sering berbeda dengan praktek lapangan, misalnya permohonan kegiatan perkebunan kebun sawit, dalam praktek jusru hanya kegiatan pembukaan lahan untuk pengambilan kayu atau menanam komoditas lain, dan bahkan terkadang permohonan izin buka tambang biji besi dalam praktek mencuri emas. Begitu juga kegiatan PLTA prakteknya terkadang hanya mencuri isi bumi dengan alasan esplorasi, setelah itu pergi tanpa jejak.

Kelakukan ini ada banyak sebetulnya, tapi berbagai alasan pembenaran dibangun pemerintah sehingga memunculkan kritik dari LSM lingkungan dimana-mana, hingga terkesan alergi terhadap pembangunan, padahal kelakuan pelaku utama tak pernah menjadi perhatian dalam memberikan masukan. Untuk itu perlu diluruskan  pola pikir sehingga dalam memberikan dukungan untuk pembangunan harus secara sistematis yang memenuhi segala aspek.

Berdasarkan berbagai tantangan dan hambatan yang disebutkan di atas maka tuduhan bahwa LSM lingkungan menjadi penghambat investasi rasanya tendensius dan tidak berdasar. Pada hakikatnya advokasi yang dilakukan LSM lingkungan hanya ingin memastikan proses investasi dan tahapan pembangunan dijalankan dengan menjunjung tinggi aturan yang telah ditetapkan pemerintah serta memperhatikan kaedah lingkungan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved