MPU: Jika Dibiarkan Aceh Bisa Hancur
MPU (Majelis Persmusyawaratan Ulama) Aceh meminta semua pihak perlu turun tangan mengatasi virus game online yang kini merambah lintas usia
MPU (Majelis Persmusyawaratan Ulama) Aceh meminta semua pihak perlu turun tangan mengatasi virus game online yang kini merambah lintas usia. Jika ada pembiaran, bukan tidak mungkin Aceh akan menghadapi kehancuran.
"Perlu ada penindakan dan upaya pemblokiran. Kalau tidak ada tindakan serius tentu akan menjadikan Aceh hancur karena generasi yang tidak produktif," kata Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali menjawab Serambi, Jumat (18/12/2020).
Tgk Faisal merasa prihatin dengan kondisi saat ini dimana wabah permainan game online sudah merambah setiap daerah bahkan sampai ke pelosok kampung. Yang sangat mengkhawatirkan, ungkap Tgk Faisal, sudah melibatkan anak-anak usia sekolah.
Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pelu ada tindakan khusus dari pemangku kepentingan agar generasi Aceh tidak rusak. "Semua unsur perlu turun tangan untuk mengatasinya," ujar pria yang akrab disapa Abu Sibreh.
Pimpinan Dayah Mahyal 'Ulum Al Aziziyah, Sibreh, ini dalam kesempatan itu menyampaikan terima kasih kepada Bupati Pidie, Roni Ahmad alias Abusyik yang bersikap tegas dengan mengirim surat ke Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Jauh sebelumnya, kata Tgk Faisal, MPU Aceh pada tahun 2016 sudah mengeluarkan fatwa MPU Aceh Nomor 1 tahun 2016 tentang Judi Online yang mengharamkan permainan judi online. "Fatwa ini masih berlaku," ungkapnya.
Pada 19 Juni 2019, MPU Aceh juga mengeluarkan fatwa haram game Player Unknown's Battlegrounds (PUBG) dan sejenisnya. PUBG merupakan game peperangan bergenre first person shooter (FPS) yang membuat penggunanya bisa bermain dengan sudut pandang orang pertama.
Meskipun sudah ada fatwa dari MPU Aceh, nyatanya permainan game online, bahkan ada yang menjurus kepada judi online, semakin marak dan tumbuh subur di provinsi yang menerapkan syariat Islam dan berjuluk Serambi Mekkah ini.
Bahkan, sebuah data menunjukan fakta yang mengejutkan, dimana grafik permainan judi online di Aceh sangat tinggi. Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan prinsip keislaman yang disandang oleh provinsi Aceh.
"Saya kebetulan ada teman yang bergerak di bidang IT, dia menunjukan kepada saya grafik judi online di Aceh tinggi sekali," kata Antropolog Aceh, Reza Idria MA PhD kepada Serambi, saat menjadi narasumber program podcast Serambi, beberapa waktu lalu.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry ini menjelaskan, sebenarnya kondisi ini menjadi peringatan bagi semua pihak, baik pemerintah, ulama, maupun masyarakat ternyata saat ini sedang terjadi persoalan yang lebih besar daripada masalah pembangunan infrastruktur atau Pilkada.
Reza menyatakan, kehebatan Aceh itu bukan hanya ditunjukan dari pembangunan fisik seperti jalan, jembatan, masjid besar dan lainnya, tapi bagaimana pembangunan manusianya juga harus betul-betul bisa berkontribusi terhadap manusia lainnya.
"Mungkin selama ini kita lebih cenderung berbicara tema-tema besar, sedangkan hal-hal seperti ini bergulir terus di masyarakat. Kita sering luput dalam cara melihat masyarakat kita bahwa kita berada dalam kondisi perubahan besar karena ada revolusi teknologi informasi," kata dia.(mas)