Wacana Presiden 3 Periode, Tanggapan Refly Harun: Cukup 1 Periode, Tapi Diperpanjang Sampai 7 tahun

Menurut dia, justru ada baiknya masa jabatan presiden hanya satu periode saja tetapi diperpanjang menjadi 6 sampai 7 tahun.

Editor: Faisal Zamzami
Instagram @Reflyharun
Refly Harun yang mengatakan bahwa penerbitan UU KPK hasil revisi memang dibuat pejabat publik dan penegak hukum agar KPK tidak melakukan Operasi Tangkap Tangan. 

Selain itu, pemerintahan Jokowi juga terlihat membelenggu demokrasi dengan mempertahankan aturan-aturan yang Presidential Threshold, yakni ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.

"Akhirnya kan kita cuma hanya dua pasangan calon saja, padahal banyak sekali bibit pemimpin bangsa, mereka tidak bisa mencalonkan karena pencalonan itu bersifat elitis dan oligarkis," ungkap dia.

Lebih lanjut, Refly Harun mengatakan usul memang tidak lepas dari dinamika sosial yang terjadi, dan itu sah-sah saja terjadi dalam dunia politik.

Namun demikian, yang terpenting adalah pemerintah tidak boleh mengubah sebuah kebijakan di tengah jalan.

"Yang paling penting adalah kita tidak boleh mengubah sebuah kebijakan di tengah jalan, ketika sudah ada keputusan bahwa orang menjabat selama 5 tahun dan bisa dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya," ucap Refly Harun.

Ahli tata hukum negara ini kemudian juga mengingatkan, soal masa jabatan, saat ini boleh saja didiskusikan, tetapi hasilnya tidak diberlakukan untuk Presiden Jokowi.

Indo Barometer: Potensi Jokowi Tiga Periode Jika Maju Bersama Prabowo Subianto

Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari, menyampaikan pandanganya terkait dinamika politik pada tahun 2021 setelah rampungnya gelaran pilkada serentak 2020.

Qodari menilai, kondisi akan aman karena tidak ada peristiwa politik besar seperti pilkada serentak 2020.

Hal itu disampaikannya saat menjawab pertanyaan moderator tentang dinamika politik 2021 dalam webinar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang bertajuk “Indonesia’s Economic and Political Outlook 2021” Kamis (17/12/2020).

Menurut Qodari, merujuk Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pada tahun 2021, 2022 dan 2023 nanti, tidak akan ada  pemilihan kepala daerah.

Pilkada serentak total baru dilaksanakan November 2024 usai pemilu April tahun yang sama.

“Jadi tidak ada pilkada pada tahun 2022 dan 2023 jika melihat peraturan yang ada di UU nomor 10 tahun 2016. Artinya tidak ada pilkada gubernur di daerah strategis  seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujarnya.

Qodari menambahkan, kemungkinan di tahun 2021 akan ada pembahasan pmengenai revisi UU Pilkada dan Pemilu oleh DPR, di mana isu yang akan dibahas diantaranya terkait kemungkinan akan diadakan lagi pilkada tahun 2022 dan 2023.

“Khususnya oleh partai-partai menengah dan kecil, tapi menurut saya partai-partai besar seperti PDIP, kemudian Gerindra dan Golkar ada kemungkinan menolak,” ujarnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved