Luar Negeri
Duka Keluarga Ibu dan Anak yang Ditembak Mati oleh Polisi Filipina, Salahkan Presiden Duterte
Duka menyelimuti keluarga Sonya Gregorio (52), dan putra Frank Gregorio (25) yang ditembak mati oleh Jonel Nuezca, petugas polisi.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM – Duka menyelimuti keluarga Sonya Gregorio (52), dan putranya Frank Gregorio (25) yang ditembak mati oleh Jonel Nuezca, oknum polisi.
Keluarga itu menuntu kepada negara pada hari Selasa (22/12/2020).
Publik Filipina saat ini tengah dalam kemarahan atas sebuah insiden yang menjadi viral di media sosial.
Sonya Gregorio dan putranya Frank Gregorio (25), ditembak di bagian kepala pada hari Minggu (20/12/2020) sore setelah perselisihan antara korban dan pelaku.
Insiden itu memicu tuduhan dari para aktivis bahwa perang Presiden Rodrigo Duterte terhadap narkoba telah menciptakan budaya ‘bunuh langsung’ oleh polisi.
"Saya kehilangan seorang ibu yang merupakan ibu paling penyayang bagi kami,” kata Tasha Delos Santos.
“Saya kehilangan seorang saudara laki-laki yang juga seorang abang yang sangat penyayang dan perhatian. Ini sangat berat bagi kami,"
"Saya berharap keluarga kami mendapatkan keadilan," katanya.
Baca juga: Kronologi Polisi Tembak Mati Ibu dan Anak, Presiden Rodrigo Duterte: Pelaku Harus Dihukum Setimpal
Baca juga: Oknum Polisi Tembak Seorang Ibu dan Anak Gegara Ribut Hak Jalan, PNP: Kasus Ini Akan Selesai 30 Hari
Melansir dari CNA, Rabu (23/12/2020), Presiden Duterte pada hari Senin (21/12/2020) mengutuk penembakan itu.
Ia mengatakan dirinya hanya akan membela polisi yang melakukan tugas mereka, memperingatkan akan ada sanksi berat untuk petugas nakal.
Sementara itu, Kepolisian Nasional Filipina (PNP) berjanji akan menyelesaikan kasus oknum polisi yang menembak mati ibu dan anaknya dalam tempo 30 hari.
Hal itu disampaikan oleh Layanan Urusan Dalam Negeri Kepolisian Nasional Filipina, Selasa (22/12/2020).
“Jika Nuezca dinyatakan bersalah, dia akan dipecat secara tidak hormat dari polisi dan akan kehilangan semua fasilitas jabatannya,” kata Inspektur polisi Alfegar Triambulo, dikutip dari ABS-CBN News.

Pihaknya juga akan mempercepat kasus ini karena jika berlarut-larut, keluarga korban akan dirugikan karena tertunda dan ditolaknya keadilan.
Dan pemerintah juga akan menderita karena Nuezca masih akan menerima gaji karena menurut undang-undang kasus itu masih dalam asas praduga tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah.
“Kami akan mencoba menyelesaikan kasus ini dalam 30 hari. Saya sedang dalam perjalanan ke Tarlac untuk memantau kasus ini secara pribadi,” ujarnya.
Baca juga: Ribut Masalah Hak Jalan Rumah, Oknum Polisi Tembak Mati Seorang Ibu dan Anaknya, Videonya Viral
Triambulo mengatakan tayangan video Nuezca yang menembak korbannya Sonya dan putranya Frank pada Minggu (20/12/2020) sore, akan sangat membantu dalam penyelidikan.
“Video adalah poin besarnya, karena tidak berbohong. Seperti yang mereka katakan, gambar atau video itu telah berbicara ribuan kata,” imbuhnya.
Kronologis Penembakan
Warga Filipina terbangun pada Senin (21/12/2020) pagi, menyaksikan video lima menit yang mengerikan dari seorang polisi yang sedang tidak bertugas, menembaki seorang tetangga dan putranya karena perselisihan.
Insiden itu mengejutkan publik Filipina dan pengguna media sosial dari berbagai belahan dunia.
Sejumlah media asing terus mewartakan insiden mengerikan itu ditengah suasana menjelang Natal dan tahun baru.
Video itu sungguh mengganggu dan membuat goncangan batin bagi yang menontonya, karena menggambarkan impunitas yang kurang ajar, kata para kritikus
Ini juga sekali lagi menyoroti pelanggaran yang dirasakan oleh polisi, yang konon diizinkan oleh seorang presiden untuk melakukan perang narkoba ‘berdarah’.
Video itu menunjukkan seorang ibu bernama Sonya dengan tangan memeluk putranya Frank Anthony saat mereka dihadapkan oleh Nuezca, diperkarangan rumahnya di kota Paniqui, provinsi Tarlac.
Laporan awal yang dikutip The Straits Times, mengatakan perselisihan dimulai ketika Frank bermain meriam yang terbuat dari pipa PVC, menimbulkan suara keras.
Baca juga: Hasil Otopsi 6 Jenazah Anggota Laskar FPI, Ada 18 Luka Tembak
Nuezca keluar rumahnya untuk menghadapi dan menangkap Frank.
Perselisihan dan adu mulut sengit pun terjadi, yang berpuncak pada hak jalan rumah yang telah berlangsung lama antara Nuezca dengan keluarganya.
Keluarga Sonya berkumpul di sekitar Nuezca saat perselisihan mekin memanas.
Seorang pria terlihat berusaha menenangkannya.
Sonya meratap dan memohon agar Frank meminta maaf dan agar Nuezca pergi.
Beberapa detik sebelum penembakan, putri Nuezca, yang masih di bawah umur, mendekati Sonya, menampar lengan wanita itu.
Gadis itu menyuruh Sonya melepaskan putranya dan menyerahkannya kepada Nuezca, yang saat itu memaksa menarik Frank.
"Lepaskan saja dia! Lepaskan saja!" teriak gadis itu.
Baca juga: Wanita di Kolombia Ditembak Mati, Gegara Mengunggah Foto Burung Hantu dengan Kepala Terpenggal
Sonya mengatakan kepadanya: "Kasih tau ke dia (ayah kamu) untuk melepaskannya."
Ketika gadis itu berteriak bahwa ayahnya adalah seorang polisi, wanita itu menjawab "Saya tidak peduli!"
Nuezca kemudian mengeluarkan pistol 9mm-nya dan menembak kepala Sonya dan putranya.
Video itu telah ditonton oleh jutaan orang dan dibagikan ribuan kali.
Sebelum Nuezca melarikan diri dari tempat kejadian, dia sekali lagi menembak kepala Sonya ketika tubunya terkapar di tanah.
Nuezca menyerah diri beberapa jam kemudian dan sekarang menghadapi tuduhan pembunuhan.
Penyelidik mengatakan dia menyatakan penyesalan atas apa yang dia lakukan.
Catatan yang dibagikan oleh kepolisian Filipina menunjukkan bahwa Nuezca menghadapi enam kasus selama 10 tahun terakhir dalam menjalankan tugas karena pelanggaran berat.
Ia juga mengabaikan tugas yang serius, penolakan untuk menjalani tes narkoba, kasus administratif, dan skorsing.
Dua kasus pembunuhan yang melibatkan Nuezca diberhentikan karena "kurangnya bukti substansial."
Presiden Rodrigo Duterte yang selalu bersumpah akan mendukung polisi, tidak akan melindungi Nuezca karena kejahatan itu dilakukan saat dia tidak bertugas.
Baca juga: Rekonstruksi Terungkap Anggota FPI Ingin Merebut Senjata Polisi hingga Tewas Ditembak
“Polisi itu tidak dapat mendapat pembelaan apa pun yang terkait dengan pekerjaannya. Ini akan diperlakukan, diadili, diselidiki seperti kasus pembunuhan biasa,” katanya.
“Keadilan akan dijalankan karena kami melihat buktinya. Presiden tidak akan melindunginya,” sambungnya.
Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano pun mengutuk insiden itu.
Ia mengatakan insiden itu adalah kejahatan "terisolasi" yang tidak boleh digunakan untuk mendefinisikan keseluruh pasukan polisi.
"Ini adalah insiden yang tidak menguntungkan tetapi terisolasi. Dosa Nuezca bukanlah dosa seluruh Kepolisian Nasional Filipina," katanya dalam sebuah pernyataan.
Wakil Pemimpin Minoritas DPR dari Bayan Muna, Carlos Zarate membantah pernyataan Ano.
Ia mengatakan budaya membunuh dari pemerintahan Duterte di polisi dan militer memungkinkan keadaan impunitas yang memburuk di negara itu.
Dia menyebutkan kematian pensiunan tentara Winston Ragos yang ditembak di sebuah pos pemeriksaan, pemenggalan seorang pria di Baguio yang melibatkan dua petugas polisi
Dan pembunuhan dua orang tua konsultan Front Demokratik Nasional Filipina selama penggerebekan, adalah contoh budaya bunuh membunuh dari pemerintah.
Pemerintahan Duterte telah dikritik karena pembunuhan di luar hukum, pelanggaran hak asasi manusia, dan meningkatnya iklim impunitas sejak Duterte menjabat Presiden pada Juli 2016.
Dalam perang melawan narkoba saja, data menunjukkan 5.903 orang telah tewas dalam operasi anti-narkoba.
Tetapi kelompok hak asasi manusia lokal dan internasional menuduh ribuan lainnya mungkin telah tewas dalam pembunuhan di luar hukum di bawah pemerintahan Duterte. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca Juga Lainnya:
Baca juga: Hentikan Sekarang, Kebiasaan Mencuci Daging Ayam Mentah dan Telur Sebelum Dimasak Ternyata Salah
Baca juga: Usai Dilantik Jokowi Jadi Menteri di Istana, Sandiaga Naik Innova Menuju Kantor Kemenpar
Baca juga: Kisah Pria Aceh Merawat Istri Viral,Artis Meisya Siregar Beri Bantuan hingga tak Kuasa Tahan Tangis