Sosok Keumalahayati, Suaminya Meningggal di Medan Perang hingga Dirikan Pasukan Inong Balee
Malahayati sudah dikenal bangsa Eropa pada abad ke-16 sebagai panglima angkatan laut yang paling ditakuti.
Pada saat itu, Kesultanan Aceh dipimpin Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil yang dibantu dua orang laksamana, salah satunya adalah Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief.
Meski Kesultanan Aceh menang telak dari pasukan Portugis, Malahayati harus menanggung kepedihan atas kematian suaminya di medan perang.
Ia pun ditunjuk oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil menjadi Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Kesultanan, menggantikan posisi sang suami.
Jabatan tersebut menjadi penanda bahwa ia telah mengikuti jejak ayah dan kakeknya yang lebih dulu menjabat sebagai laksamana angkatan laut Kesultanan Aceh.
Amanah tersebut ia pegang dengan teguh sekaligus untuk menuntut balas atas kematian suaminya.
Mendirikan pasukan perang para janda
Tak hanya memimpin armada pria, Malahayati juga mengerahkan pasukan perempuan yang didominasi para janda.
Barisan janda pemberani ini dikenal dengan nama Inong Balee.
Mereka adalah perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam perang di perairan Malaka.
Awalnya, pasukan Inong Balee hanya beranggotakan 1.000 orang.
Seiring waktu, kekuatan armada ini bertambah menjadi 2.000 personel.
Selain mengawal ribuan pasukan, Malahayati juga mengawasi seluruh bandar dan pelabuhan dagang di wilayah Aceh Darussalam.
Sampai akhirnya pada 21 Juni 1599, rombongan penjelajah Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman merapat ke dermaga Aceh.
Semula, hubungan antara pendatang Eropa ini dan Kesultanan Aceh Darussalam terjalin dengan baik.
Sampai akhirnya, muncul provokasi dari orang Portugis, serta tingkah orang-orang Belanda yang memicu pertikaian.