Berita Aceh Tengah
Muazin, Pemuda Peniup Suling Gayo dari Lembah Arul Latong
Suara serulingnya mendayu, lembut dan indah dalam nomor-nomor lagu Gayo, seperti 'Tawar Sedenge'. Suara serulingnya mengundang..
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Suara serulingnya mendayu, lembut dan indah dalam nomor-nomor lagu Gayo, seperti 'Tawar Sedenge'. Suara serulingnya mengundang decak kagum Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar.
"Indah sekali suara sulingnya. Siapa dia?" tanya Shabela yang sedang melakukan santap siang.
Si peniup suling itu, ternyata seorang pemuda berambut gondrong. Namanya Muazin. Lahir di kampung Arul Latong, Kecamatan Bies Aceh Tengah pada 1995.
Menyelesaikan pendidikan di FKIP Universitas Syiah Kuala program studi seni pertunjukan pada tahun 2020.
Kemampuan bermain suling Muazin, diperlihatkan pada acara "Desember Kopi Bako-e" di Kampung Arul Latong, Sabtu (26/12/2020). Hadir Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian, Heru Tri Widarto, Kadis Pertanian Aceh Abdul Hanan mewakili Gubernur Aceh, Anggota Komisi IV DPR RI TA Khalid, Wakil Ketua DPRK Aceh Tengah Edi Kurniawan dan Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar, serta segenap warga Arul Latong.
Suara suling Muazin menggugah jiwa. Ditiup penuh penghayatan dalam nada-nada sendu dan gembira. Mengisi ruang pertunjukan di sela-sela "pesejuk huller kopi berjalan," dan deklarasi "Arul Latong sebagai Kampung Wisata Kopi Organik berbasis Adat dan Kelestarian Lingkungan."
Kemampuan bermain suling Muzain menitis dari ayah dan kakeknya, yang dikenal masyarakat Arul Latong sebagai peniup suling hebat.
Ayahnya, Lukman pernah bermain suling gambus ketika masih bergabung dengan Grup Musik Gambus PGA Aceh Tengah. Kakeknya (bahasa Gayo, awan), bernama Mude Reje juga seorang pemain suling andal dan terkenal.
Muazin sendiri mulai bermain suling sejak duduk di sekolah menengah pertama (SMP). Bakat alam itu terus diasahnya, dan mulai ikut pentas ketika masuk SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Aceh Tengah.
"Saya berlatih suling secara otodidak," kata Muazin.
Kemahirannya bermain suling semakin menemukan muara, tatkala Muazin lulus di program studi seni pertunjukan di FKIP Unsyiah. Ia lulus pada 2020 ini.
Pergaulannya makin luas dan membawanya mendukung banyak pertunjukan, termasuk ia ikut mengisi musik pada pertunjukan teater "Suatu Ketika di Bandar Lamuri" ditayangkan BPNB Aceh, serta sejumlah pentas seni lainnya di sejumlah event; Sail Sabang, Rapa'i International, Pekan Kebudayaan Aceh, Rentak Melayu Raya, Pentas Musik Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta dan sebagainya. Ia juga bermain teater di sejumlah panggung teater di Aceh.
Muazin juga mahir membuat suling dan menjualnya. Satu set suling Gayo terdiri dari tujuh suling diberi harga Rp 500 ribu. Banyak yang order. Tapi lebih banyak yang membeli satuan, harganya Rp 80 ribu.
Apa yang membedakan suling Gayo denga suling lain, seperti Sunda? "Karakternya," kata Muazin. Suling Gayo terbilang suling standar yang umum dipakai. "Kalau suling Sunda punya satu lobang tiup dan empat lobang nada. Suling Gayo sama saja dengan suling umumnya. Dari segi bentuk tidak ada yang khas," ujar Muazin.