Opini
Refleksi Kerusakan Hutan Berkelanjutan
Catatan hitam melalui wajah banjir akibat perusakan hutan, kembali tertitah dengan sempurna di Aceh akhir tahun ini
Refleksi perusakan?
Siapa yang melakukan pembabatan hutan itu? Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), awal 2020 merilis data penting. Menurut mereka, tahun 2019, Aceh kehilangan tutupan hutan sekitar 15 ribu hektare. Tahukah kita bahwa dengan seluas itu, dalam sehari Aceh kehilangan hutan 41 hektare? Sekali lagi, siapa yang peduli?
Bagaimana Yayasan HAKA menemukan data? Suatu kali saya sempat berkunjung ke sekretariat mereka di pinggiran Banda Aceh. Waktu itu, saya diperlihatkan tenaga lapangan mereka yang memantau secara langsung. Mereka selalu bisa berkomunikasi tentang apa yang mereka temukan. Di samping itu, yayasan ini juga punya relawan, baik laki-laki maupun perempuan, yang secara sukarela keluar masuk hutan untuk memastikan tidak ada yang merusak hutan.
Sebenarnya selain dari tenaga lapangan, ada cara sederhana lain yang bisa mendapatkan bagaimana tampilan hutan yang rusak, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dan ini juga digunakan sebagai salah satu cara memantau hutan oleh Yayasan HAKA. Siapa pun dari kita, dengan modal telepon pintar murah, dapat menggunakan fasilitas google untuk melihat alam Aceh.
Selain dari kantor HAKA, kami juga pernah mendapatkan gambaran secara langsung. Ketika melakukan penelitian pada September 2020, bersama beberapa dosen Fakultas Hukum Unsyiah, kami sempat singgah di Pining, kampung di pinggir gunung Leuser. Kami mendapat cerita secara langsung dari para tetua adat hutan, bagaimana kekayaan hutan itu terancam. Banyak tangan yang ingin memanfaatkannya tanpa mempedulikan mereka yang akan menjadi korban bencana.
Realitas ini, seyogianya melahirkan semangat untuk saling berefleksi, apakah yang terjadi kerusakan atau perusakan? Maksud kedua kata ini tentu berbeda, walau sama-sama berasal dari kata "rusak". Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan "rusak" sebagai keadaan yang sudah tidak sempurna; sudah tidak baik; sudah tidak
utuh. Beda kerusakan dengan pengrusakan adalah pada peran bagaimana ia diposisikan. Kerusakan menggambarkan perihal rusak. Namun perusakan bermakna proses, cara, perbuatan merusakkan (menjadikan atau menyebabkan rusak).
Maka apa yang terjadi dengan hutan Aceh, sesungguhnya adalah perusakan. Bahkan kondisi hutan yang rusak dapat dipastikan sebagai proses yang disengaja. Mereka yang merusak, mengambil untung dengan mengeksploitasi hutan tanpa mempertimbangkan akibat bagi orang lain.
Proses perusakan ini sendiri dapat terjadi secara legal atau ilegal. Mereka yang melakukannya di luar kendali kebijakan, sering disebut sebagai perbuatan ilegal. Namun di luar itu, ada perusakan yang disebabkan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Ada kawasan hutan, yang diubah menjadi perkebunan, bahkan dengan jenis tanaman yang berdampak buruk.
Sudah seharusnya struktur kebijakan berpikir keras untuk menghentikan perusakan hutan, baik secara legal, apalagi ilegal. Para ahli harus terlibat untuk memikirkan grand design bagaimana perusakan hutan ini dihentikan secara bertahap. Jika bisa harus dihentikan dengan segera.