Berita Banda Aceh

Elemen Sipil Aceh Kritisi PP Kebiri, Sebut tak Menjawab Persoalan Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Elemen sipil di Aceh kritisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia

Penulis: Saifullah | Editor: Muhammad Hadi
Kolase/Kompas.com
Pelaku pedofilia dihukum kebiri kimia 

Laporan Saifullah | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Elemen sipil di Aceh kritisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Mereka menilai PP yang sudah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi), tidak signifikan menjawab persoalan kekerasan seksual saat ini.

Penilaian ini tercermin dalam diskusi yang digelar sejumlah elemen sipil di Aceh baru-baru ini terkait terbitnya PP kebiri tersebut.

Fasilitator Kesetaraan Gender, Abdullah Abdul Muthalieb menyebutkan, bahwa PP Kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak itu sudah mengabaikan akar masalah.

“Kekerasan seksual itu sumbernya di pikiran laki-laki yang patriakhis. Jadi kebiri bukan solusi yang hanya menyasar ‘penis’, akan tetapi tidak mampu mengubah pikiran laki-laki,” ujarnya.

Baca juga: BREAKING NEWS - Tangan Perawat RSUTP Abdya Putus Kena Pisau Pemotong Rumput yang Lepas

“Dalam jangka pendek memang bisa jadi akan menimbulkan shock terapy, tetapi sekali lagi tidak akan menyelesaikan masalah,” tandas dia.

Baca juga: Kebiri Kimia Bisa Hilangkan Dorongan Seksual, Benarkah Akan Memberi Efek Jera untuk Para Paedofil?

“Justru ini bisa menjadi pemicu lahirnya kekerasan seksual dalam bentuk yang lebih sadis. Sangat terbuka kemungkinan tindakan terjadi lebih brutal dengan cara-cara yang tak lazim terjadi selama ini. Jadi kebijakan ini bisa populis tapi tidak jadi solusi yang baik,” urai Abdullah.

Presidum Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman juga menyatakan hal senada. “PP kebiri tidak menjawab akar persoalan perkosaan dan kekerasan seksual, termasuk pada anak,” ucapnya.

“Berbagai kekerasan ini terjadi ada kaitannya dengan relasi kekuasaan. Jadi tidak bisa diselesaikan dengan kebiri. Selain itu perkosaan tidak hanya dilakukan dengan menggunakan penis. Ini kalau hukumannya kebiri mempersempit definisi perkosaan jadinya,” papar dia.

Baca juga: Bukan Asal-Asalan, Begini Cara Seharusnya Memanaskan Nasi Sisa Agar tak Keracunan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati menilai, PP Kebiri tidak menjawab langsung pemulihan korban yang justru sangat dibutuhkan.

“Kasus kekerasan seksual terus terjadi, tantangan penanganannya masih kuat dirasakan, terutama di Aceh terkait dengan penangan hukum bagi korban kekerasan seksual yang menghadapi dualisme kebijakan terkait penanganan kekerasan seksual,” tukasnya.

“Harapannya, pemerintah segera mengeluarkan kebijakan menjamin pemenuhan hak-hak korban secara konfrehensif dan terintegrasi, mulai dari pencegahan, penanganan, pemulihan, dan pemberdayaan. Supaya korban mendapatkan hak-haknya dan dapat melanjutkan hidupnya seperti semula,” harap Riswati.

Baca juga: Setelah Lempar Anaknya, Wanita Ini Jatuh dari Lantai 6, Terungkap Fakta Sebenarnya

Di sisi lain, Ketua PUSHAM Unsyiah, Khairani Arifin mengingatkan, agar pelaku kekerasan seksual mendapat hukuman yang menjerakan dan manusiawi.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved