Rela Hilang Pekerjaan hingga Nazar Menyembelih Bebek
SYUKUR kini tak lagi bekerja sebagai operator rakit. Ia sedang menganggur dan tengah mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya
Asa Operator Rakit dan Tuntasnya Jembatan Krueng Teukueh
Syukur telah kehilangan pekerjaan yang telah ia geluti selama bertahun-tahun, yaitu sebagai operator rakit. Pekerjaan itu harus ia tinggalkan menyusul tuntasnya pembangunan jembatan. Alih-alih kecewa, dia justru berniat menuntaskan nazarnya menyembelih bebek.
SYUKUR kini tak lagi bekerja sebagai operator rakit. Ia sedang menganggur dan tengah mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya. Sejak Desember 2020 lalu, ia dan seorang temannya harus berhenti dari pekerjaan itu menyusul tuntasnya pembangunan Jembatan Krueng Teukueh, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Jembatan Krueng Teukueh memiliki panjang 60 meter, melintang di atas aliran sungai Krueng Teukueh. Jembatan ini menghubungkan kawasan Drien Leukiet Gampong Blang Makmur dengan kawasan Lama Tuha.
Syukur sendiri merupakan warga Gampong Blang Makmur. Ia telah melakoni pekerjaan tersebut sejak tujuh tahun lalu (2014). Per hari, terutama pada hari Sabtu dan Minggu, uang yang didapat bisa mencapai Rp 1,2 juta per hari. Sebesar Rp 700.000 diserahkan kepada pemilik rakit, dan sisanya ia bagi dengan rekannya.
“Kalau hari Sabtu dan Minggu merupakan hari libur kerja, jumlah sepeda motor yang harus dilayani bisa mencapai 400 unit,” ujar Syukur. Tarif penyeberangan itu memang dibebankan khusus untuk kendaraan. Sedangkan masyarakat tanpa kendaraan, tidak ada pengutipan tarif.
Sejarah era rakit
Sebenarnya, di kawasan ini sebelumnya tidak ada aliran sungai. Lokasi sungai saat ini awalnya adalah sawah. Tahun 2008 lalu, aliran Krueng Babahrot dipindahkan sebagian dari Dusun Lhueng Maee, Gampong Cot Seumantok, ke kawasan tersebut sebagai upaya untuk mengendalikan banjir.
Proyek pemindahan sebagian aliran Krueng Babahrot ini dibiayai oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias. Awalnya, hanya digali saluran dengan lebar 10 meter dari Lhueng Manee menuju Lama Tuha, tembus ke laut lepas.
Saluran yang sengaja digali itu ternyata sangat rawan erosi. Tebing kedua sisi saluran terus berjatuhan ketika terjadi luapan sehingga saluran menjadi semakin lebar. Saluran ini kemudian berubah menjadi aliran sungai besar dengan lebar mencapai 60 meter dan kemudian dikenal sebagai Krueng Teukueh.
Sejak saat itu lah era rakit dimulai. Berawal dari sebuah rakit kecil, kemudian berubah menjadi rakit ukuran besar. Rakit dibangun menggunakan sejumlah drum kosong dan kayu papan. Rakit ini mampu menampung maksimal 18 unit sepeda motor dan 30 warga.
Nazar sembelih bebek
Kini dengan berfungsinya Jembatan Krueng Teukueh, era rakit pun berakhir. Bukannya bersedih kehilangan sumber pendapatan, Syukur justru mengaku sangat gembira, karena kali ini pembangunan bisa tuntas, tidak gagal seperti yang terjadi dua kali sebelumnya.
“Kami ikhlas kehilangan pekerjaan demi kepentingan yang lebih banyak. Kami bisa mencari pekerjaan lain,” kata Syukur dengan mantap.
Ia bahkan sempat mengaku was-was jika pembangunan jembatan yang ketiga kalinya ini kembali berakhir gagal. Tahun 2016 lalu, sisa jembatan yang belum dibangun sebenarnya tinggal 10 meter dari panjang 60 meter. Tetapi akhirnya seluruh jembatan ambruk ke sungai setelah diterjang banjir. Tak heran banyak masyarakat yang berharap pembangunan jembatan yang dimulai Oktober 2020 itu bisa berakhir tuntas.