Berita Banda Aceh
Data Kasus Kekerasan Anak di Aceh Simpang-siur, Begini Penjelasan Komisioner KPPA Aceh
Kasus Kekerasan terhadap anak atau kasus perlindungan anak di Aceh tahun 2020 masih simpang siur.....
Penulis: Asnawi Luwi | Editor: Jalimin
Laporan Asnawi Luwi |Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kasus Kekerasan terhadap anak atau kasus perlindungan anak di Aceh tahun 2020 masih simpang siur.
"Pemerintah Aceh masih punya banyak PR terkait data. KPPAA memahami begitu rumitnya melakukan pendataan dan update data. Ada banyak sarpras yang dibutuhkan, SDM, dukungan anggaran dan sebagainya," ujar Komisioner KPPAA, Firdaus D Nyakdin kepada Serambinews.com dalam rilisnya Rabu, (13/01/2021).
Sebagai catatan awal tahun 2020, KPPAA merangkum beberapa persoalan pendataan perlindungan anak. Diharapkan catatan ini dapat menjadi masukan berbagai pihak untuk memperbaiki mekanisme terkait pendataan. Baik itu mekanisme pencatatan, updating data, koordinasi, sinkronisasi, integrasi data, penyajian data dan pemanfaatan data.
Dikatakan Firdaus, permasalahan ada tiga catatan KPPAA terkait pendataan perlindungan anak di Aceh yang harus segera terselesaikan dengan baik. Data kasus kekerasan terhadap anak belum tersaji secara update.
Sebagai Contoh, P2TP2A Aceh, dalam situs masih menampilkan rekap data tahun 2017, 2018 dan 2019. Sementara, rekap data tahun 2020 belum tampil dalam situs web https://p2tp2a.acehprov.go.id/index.php/page/4/informasi-berkala.
Demikian pula dengan P2TP2A Banda Aceh dimana dalam situs http://dp3ap2kb.bandaacehkota.go.id/jumlah-dan-capaian-kasus/, rekap data yang tersaji bahkan hanya tahun 2016 sampai 2018. Rekap data tahun 2019 belum tersaji demikian juga rekap data tahun 2020.
Penyajian data yang belum update sering sekali terjadi karena system pencatatan yang masih manual sehingga rekapitulasi data tak dapat terjadi secara real time bahkan bisa saja tidak dapat tersaji sama sekali.
Namun demikian, menurut Firdaus, rekap data yang disajikan oleh UPTD PPA Aceh dan P2TP2A Kota Banda Aceh dapat menjadi acuan penting bagi pembangunan Perlindungan Anak di Aceh.
Selanjutnya, belum semua P2TP2A Kabupaten/Kota memiliki kemampuan mensajikan rekap data perlindungan anak melalui internet.
Hasil penelusuran KPPAA, hanya Kota Banda Aceh yang memiliki halaman web yang mensajikan data perlindungan anak. Walaupun masih terbatas, namun apa yang telah dilaksanakan P2TP2A Kota Banda Aceh, patut mendapat apresiasi dan seharusnya menjadi pembelajaran bagi P2TP2A di kabupaten/kota lain.
Mekanisme pendataan lintas sektor belum terpadu. Secara kelembagaan, ada beberapa instansi pemerintah yang menangani masalah perlindungan anak yang memiliki mekanisme pendataan masing-masing. Misalnya Kepolisian, Mahmakamah Syariyah, Pengadilan Negeri, Dinas Sosial, LPKS, LAPAS Anak, BAPAS, BPBA, DRKA/Dukcapil dan P2TP2A.
KPPAA memahami bahwa mekanisme pendataan masing - masing instansi berbeda, menyebabkan tidak mungkinnya dilakukan upaya untuk penyatuan data dan memang tidak harus satu data. Namun, yang bisa dilakukan adalah mempadu-padankan (mengintegrasi) rekapitulasi data pada satu pintu/lokus pendataan.
Misalnya pada Dinas PPPA Aceh atau Dinas Kominsa Aceh. Sehingga, ketika kita ingin mengakses rekapitulasi data perlindungan anak untuk pembangunan maupun untuk penganggaran misalnya, kita bisa memperoleh semua rekapitulasi data perlindungan anak (lintas sector) hanya dengan mengakses dari satu lokus data.
Dengan demikian, kita tak perlu berkeliling ke semua instansi tersebut untuk mendapatkan rekap data perlindungan Anak. Itupun kalau datanya ada. Kalau data yang diharap tidak ada, tentu akan membutuhkan waktu lebih lama lagi.