Fenomena Tanah Bergerak
Bupati Aceh Besar Buka Posko di Lokasi Tanah Bergerak, Rekahan Tambah Lebar dan Dalam
"Bila pada hari pertama longsornya hanya 10 cm, dua hari kemudian menjadi 40 cm, hari ini (Kamis) bertambah menjadi 70 cm."
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Nasir Nurdin
"Bila pada hari pertama longsornya hanya 10 cm, dua hari kemudian menjadi 40 cm, hari ini (Kamis) bertambah menjadi 70 cm."
Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Bupati Aceh Besar, Ir Mawardi Ali berkunjung ke lokasi tanah bergerak di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, Kamis (14/1/2021) siang.
Setelah melihat langsung kondisi riil di lokasi tanah yang longsor ke arah Sungai (Krueng) Aceh itu, Bupati Mawardi Ali memutuskan untuk mendirikan pos komando (posko) di desa tersebut.
Di posko ini ditempatkan petugas untuk memantau siang dan malam perkembangan di lokasi tanah bergerak tersebut.
Baca juga: Misteri Tewasnya Fathan Mahasiswa Telkom, Mayat Terlilit Bed Cover, Orangtua Terima Pesan Ancaman
Baca juga: Mualem Soroti Minimnya Anggaran KONI Aceh Tamiang, Itu Hanya untuk Iuran Sekretariat
"Kalau terjadi hal-hal yang tak diinginkan, misalnya tanahnya amblas dalam skala besar, petugas posko langsung bisa bertindak dan melakukan evakuasi warga sehingga tak sampai menimbulkan korban jiwa dan harta benda," kata Mawardi Ali menjawab Serambinews.com, Kamis (14/1/2021) malam.
Menurut Mawardi, pergerakan tanah di Gampong Lamkleng itu memang aktif. Buktinya, dari hari ke hari bertambah lebar dan bertambah dalam terus rekahan tanah di blok longsor.
Bila pada hari pertama longsornya hanya 10 cm, dua hari kemudian menjadi 40 cm, hari ini (Kamis) sudah bertambah menjadi 70 cm.
Panjang rekahannya sekitar 300 meter, searah dengan aliran sungai.
Atas dasar pertimbangan itu, Bupati Aceh Besar sudah menginstruksikan untuk mengevakuasi dua kepala keluarga (KK) yang rumahnya berada di blok longsoran.
"Mereka kita evakuasi masih di desa yang sama, tapi lokasinya lebih jauh dari tebing sungai," kata Mawardi.
Baca juga: FOTO - Petugas KNKT Periksa Temuan Turbin dan Serpihan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182
Ia memprediksi, jika hujan deras turun lagi dan daerah rekahan tanah semakin luas dan dalam, besar kemungkinan bakal lebih banyak warga di desa itu yang harus dievakuasi ke tempat yang aman dari longsor atau tanah amblas.
Dalam kunjungan ke lokasi tanah bergerak itu, Kamis siang, Bupati Mawardi Ali didampingi sepuluh camat dan sejumlah kepala dinas serta kepala badan terkait.
Di antaranya Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Kepala Dinas Sosial Aceh Besar.
Sementara itu, Ketua Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK), Dr Bambang Setiawan mengatakan, tim survei geologi FT turun lagi ke lokasi tanah bergerak tersebut pada Kamis siang.
Baca juga: Video Suasana Dalam Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Direkam Penumpang, Sebelum Lepas Landas
Dari hasil pengukuran, kata Bambang, terlihat ada penurunan permukaan tanah. "Kemarin dalamnya 46 cm, tapi hari ini sudah 72 cm. Jadi, ada penurunan lagi sekitar 26 cm," sebut Bambang.
Hasil sementara, kata Bambang, dapat disimpulkan bahwa kondisi tanahnya masih labil. Pergerakannya secara rotasional (bergeser ke arah sungai).
Jumat pagi besok tim survei geologi dari FT USK dijadwalkan ke lapangan lagi untuk melakukan pengukuran lanjutan, baik kedalaman maupun panjang dan lebar rekahan.
"Kondisi tanahnya masih sangat labil. Hujan lebat tadi malam kemungkinan besar turut memengaruhi," kata Bambang Setiawan.
Baca juga: Fenomena Tanah Bergerak di Aceh Besar Masih Terjadi, Warga Lamkleng Gelar Doa Bersama
Tanda-tanda bahwa permukaan tanah tersebut terus bergerak dan amblas ke arah sungai juga sudah diidentifikasi oleh Dr Nazli Ismail, Ketua Prodi Magister Ilmu Kebencanaan USK.
Mantan wartawan Serambi Indonesia ini memotret sejumlah pohon besar di dekat sungai. Ternyata pohon-pohon tersebut, di antaranya pohon hagu, posisinya sudah miring, condong ke arah sungai.
"Ini menandakan, tanahnya terus bergerak dan amblas ke arah sungai," kata Nazli.
Dari hasil observasi langsung pada Rabu pagi, doktor jebolan Swedia ini menyimpulkan bahwa terjadinya tanah bergerak dan rekahan memanjang tersebut disebabkan oleh tanahnya sudah jenuh terhadap air.
Baca juga: Ini Jadwal Vaksinasi Covid-19 di Kota Lhokseumawe
Kejadian ini, kata Nazli, erat kaitannya dengan tingginya curah hujan dalam sepekan terakhir di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh, sehingga menyebabkan tanah labil.
Kebetulan, lokasi tanah bergerak itu hanya sekitar 30 meter dari Sungai (Krueng) Aceh.
Rekahannya pun memanjang mengikuti alur sungai. Tebing tanah pun miringnya ke arah sungai. Semua ini berkontribusi terhadap terjadinya fenomena tanah bergerak dan merekah dengan kedalaman sekitar 40-70 cm. (*)